Salah satu anggota Komisi E, Achmad Nawawi, awalnya mempertanyakan kriteria orang miskin di DKI Jakarta. Menurutnya selama ini terjadi masalah tentang yang dimaksud dengan warga miskin.
"Saya mau nanya sama Kadis apakah tupoksi Dinas Sosial itu termasuk membuat, merancang Pergub kriteria miskin di Jakarta nggak? Karena selama saya menjadi dewan sudah 11 tahun berjalan ini nampaknya di tengah masyarakat itu kacau persoalan tentang miskin itu," ujar Nawawi di Ruang Rapat Komisi E DPRD DKI Jakarta, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Sabtu (7/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nawawi mengatakan di lapangan masih ada bantuan seperti Kartu Jakarta Pintar (JKP) dan beras miskin yang salah sasaran. Dia menyebut, ada pula penerima yang sudah tak lagi tinggal di Jakarta.
"Pertama orang miskin yang berhak mendapatkan KJP, itu ternyata ditemukan di lapangan 9.026 kartu KJP di lapangan jatuh ke tangan orang berada dan kepala dinas sudah mengakui betul itu," kata Nawawi.
"Yang kedua program raskin yang turun ke lapangan yang turun itu ada orang miskin di depan rumah Pak RT berapapun nggak kelihatan tapi yang terdaftar orang yang sudah tidak ada, ada yang sudah meninggal sekian tahun, ada yang pindah ke mana-mana cerai berai, ada yang namanya itu. Tapi orang yang miskin jelas ada tidak terdaftar," imbuh Nawawi.
Nawawi juga menyebut hal yang sama juga terjadi untuk bantuan iuran BPJS. Dia berharap ada Peraturan Gubernur tentang kriteria warga miskin.
"Begitu juga untuk pendataan BPJS juga perlu. Oleh karena itu saya berharap betul bapak Gubernur DKI harus berani membuat Pergub sajalah nggak usah di-Perda-kan ya, tentang kriteria miskin di Jakarta itu kayak apa sebenarnya," tuturnya.
Simak Video "KPAI Yakin Pemprov DKI Takkan Cabut KJP Pelajar Terlibat Demo"
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial, Susi Dwi Harini, menyebut kriteria miskin DKI Jakarta merujuk pada ukuran Badan Pusat Statistik (BPS). Kriteria tersebut digunakan di setiap provinsi.
"Kriteria kemiskinan itu dibuat oleh Pokja Data, Pokja Data ini diketuai oleh kementerian sosial, kemudian anggotanya adalah BPS, kemudian TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) dan Bappenas. Jadi kriteria tersebut digunakan untuk seleruh provinsi dalam melalukan pendataan tentang kemiskinan," kata Harini.
Nawawi kemudian kembali merespons. Dia menyebut kriteria miskin di DKi tidak bisa disesuaikan dengan ukuran BPS. Menurutnya setiap daerah memiliki pendapatan yang berbeda.
"Kalau kita menggunakan ukurannya nasional itu berlaku untuk seluruh provinsi itu tidak betul. Masing-masing provinsi punya APBD yang berbeda dan kalau kriterianya seperti itu pembohongan semua itu berarti. Di Jakarta nggak ada, orang di bawah kolong jembatan itu saya pulang malam sebelahnya ada motor, ada TV-nya. Tapi nggak ada orang miskin di sini," kata Nawawi.
"Orang miskin yang dilaporkan 3,8 persen kalau nggak salah itu, pidato Gubernur kan itu. Mestinya kalau ukurannya itu tidak ada orang miskin, tidak ada raskin di DKI Jakarta, tidak ada KJP, tidak ada BPJS nggak ada mestinya kalau ukurannya itu. Mestinya kita berani membuat kriteria miskin di Jakarta," pungkasnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini