Boyolali - Keterbatasan fisik tak membuat Titik Isnaini di Boyolali, Jawa Tengah, terpuruk. Perempuan berkebutuhan khusus itu terus berkarya di bidang pendidikan untuk anak usia dini. Kemendikbud memberikan apresiasi khusus kepadanya.
Isnaini mendirikan sekolah pendidikan anak usia dini (PAUD) di rumahnya di Ringinlarik, Kecamatan Musuk, Boyolali. Sekolahnya diberi nama PAUD Inklusi Tersenyum.
Sekolah yang didirikan pada 2015 itu saat ini memiliki 13 siswa. Meski diberi nama PAUD Inklusi, tetapi tidak semua siswanya merupakan anak berkebutuhan khusus (ABK). Tetapi juga ada yang non-ABK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Siswanya sekarang ada 13, mencakup beberapa ABK dan non-ABK. Yang ABK ada
down syndrome, netra, ADHD (
attention deficit hyperactivity disorder), ada
autism juga. Salah satu yang kemarin baru masuk itu daksa," kata Titik Isnaini, Selasa (3/12/2019).
Sedangkan siswa non-ABK ada 4 orang. PAUD Inklusi Tersenyum memiliki tiga guru. Selain Isnaini sendiri, ada dua guru lainnya.
"Gurunya ada 3, yang satu nondifabel, saya, dan satunya daksa," jelas Isnaini.
Untuk siswa yang non-ABK, pelajaran yang diberikan sesuai dengan kurikulum dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Sedangkan untuk siswa ABK disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing siswa.
Atas perjuangannya di bidang pendidikan anak usia dini, khususnya bagi anak berkebutuhan khusus tersebut, Titik Isnaini mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Apresiasi Pegiat PAUD, yang diterimanya pada 7 November 2019.
"Iya, jadi alhamdulillah, dari 32 provinsi, saya salah satu yang mendapatkan apresiasi di bidang pegiat PAUD. Kebetulan dari 32 provinsi ada 10 orang, dari beberapa teman disabilitas kebetulan dari saya dan Blora, selebihnya umum," ujarnya.
 Isnaini, difabel pendiri PAUD inklusi di Boyolali. (Ragil Ajiyanto/detikcom) |
Isnaini mengungkap alasan pendirian PAUD Inklusi Tersenyum. Menurut dia, itu merupakan bentuk 'balas dendam'-nya karena dirinya tidak pernah mengenyam pendidikan formal sejak kecil. Dengan PAUD yang didirikannya, dia berharap anak-anak, khususnya ABK, mendapatkan hak pendidikan sejak kecil.
Semangatnya untuk mendapatkan pendidikan dan bersosialisasi layaknya masyarakat yang lain membuat Titik Isnani bangkit. Jiwanya berontak. Bersama komunitasnya, penyandang difabel ini akhirnya mendirikan PAUD Inklusi.
"Itu balas dendam pribadi karena dulu saya tidak pernah sekolah sampai sekarang, jadi harapan saya anak-anak yang masih kecil ini hak untuk pendidikan harus diberikan, karena pada masa kecil saya dulu, kebanyakan ABK tidak mendapatkan pendidikan selayaknya. Harapannya nanti setelah dewasa dia lebih mandiri, lebih punya ilmu banyak, lebih punya bekal untuk masa depan," ungkap dia.
Isnaini, difabel pendiri PAUD inklusi di Boyolali. (Ragil Ajiyanto/detikcom) |
Isnaini juga terus aktif dalam berbagai kegiatan bersama komunitasnya. Dia pun mandiri dalam menjalani aktivitas kesehariannya. Untuk bepergian, Isnaini, yang menggunakan kursi roda, mengendarai sepeda motor yang sudah dimodifikasi menjadi roda tiga.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini