"Menurut saya, komitmen pemberantasan korupsi harus dilihat secara lebih luas dan mendalam. Tidak hanya berdasarkan diberikan atau tidaknya grasi," ujar Dini lewat pesan singkat kepada wartawan, Jumat (29/11/2019).
Dini, yang merupakan stafsus bidang hukum, mengatakan grasi dari Jokowi sudah mempertimbangkan kajian dari Mahkamah Agung serta Menko Polhukam. Ia menambahkan grasi kepada Annas sebatas mengembalikan putusan di pengadilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dini menjelaskan perlunya analisis mendalam mengenai pemberian grasi. Jangan sampai nantinya pidana yang diberikan dikonotasikan untuk penyiksaan kepada terpidana.
"Ironis pada saat kita berteriak penegakan HAM, namun di saat yang bersamaan kita mengharapkan terpidana tersiksa sampai mati di penjara," ucapnya.
Annas dihukum 7 tahun penjara pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Hukuman itu bertambah 1 tahun dari vonis Pengadilan Tipikor Bandung pada 24 Juni 2015. Namun, dengan adanya grasi dari Jokowi, hukuman Annas kembali menjadi 6 tahun penjara.
Saat itu Annas dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara korupsi alih fungsi lahan kebun kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Annas terbukti menerima USD 166.100 dari pengusaha bernama Gulat Medali Emas Manurung.
Namun ternyata, Annas masih berstatus tersangka kasus lain di KPK. Dia merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait RAPBD 2014 dan RAPBD tambahan 2015.
(dkp/haf)