"Kita berharap seluruh SKPD (OPD) tidak menggunakan lagi anggaran gelondongan karena kan kita agak susah untuk memverifikasi, mengawasi, dan itu juga memang sudah disampaikan sama KPK ke semua, bahwa tidak lagi menggunakan anggaran-anggaran gelondongan," ujar Rahman di sela rapat pembahasan RAPBD 2020 antara Komisi A dan Inspektorat di kantor DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Makasaar, Selasa (26/11/2019).
Rahman menemukan ada anggaran gelondongan Inspektorat ini, salah satunya di anggaran perjalan dinas. "Rata-rata yang begitu adalah di perjalanan dinas. Saya belum lihat (lagi) berapa nilainya tapi lumayan besar," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Rahman, seharusnya anggaran disusun dengan menuliskan satuan harga dari anggaran yang dikeluarkan.
"Misalnya Rp 1 miliar, terus Rp 1 miliar itu apa, oke misalnya perjalanan dinas semua, mestinya kan dirincikan, ini perjalanan untuk (monitoring dan evaluasi) SMA, rupiah sekian miliar itu berapa kali perjalanan. Misalnya perjalanan ke luar kota, anggap lah 10 kali, terus ada juga perjalanan dalam daerah, supaya nanti dalam penyusunannya terpisah antara perjalanan daerah dengan perjalanan luar daerah," jelasnya.
Rahman menilai masih ada anggaran gelondongan yang ditulis Inspektorat dalam rencana kerja anggaran (RKA) karena waktu penyusunan yang mepet. Dia meminta Inspektorat membenahinya sebelum RAPBD 2020 disahkan.
"Dan bukan cuma di inspektorat, di banyak OPD masih menggunakan sistem gelondongan, misalnya perjalanan dinas langsung tertulis Rp 300 juta, Rp 400 juta, mestinya kan ada rinciannya," imbuhnya.
"Masih hampir semua OPD, tapi ada juga yang sudah terinci bagus. Tapi sebagian besar masih menggunakan sistem gelondongan," kata Rahman.
Ditemui terpisah, Kepala Inspektorat Sulsel Salim AR menyebut tidak ada anggaran gelondongan dalam RKA Inspektorat, khususnya anggaran perjalanan dinas. Hal ini kegiatan inspektorat banyak bersifat insidental seperti melakukan pemeriksaan.
"Tidak ada gelondongan di perjalanan, mesti memang begitu. Tidak bisa dirincikan, kalau misalnya PDTT, pemeriksaan dengan tujuan tertentu, tiba-tiba ada temuan, kita tindak lanjuti setiap saat, apa anda mau (rincikan)," kata Salim.
Salim lalu mencontohkan beberapa pemeriksaan yang dilakukan secara insidental.
"Apakah KPK yang meminta (untuk pemeriksaan tiba-tiba), atau BPKP, apakah gubernur yang minta, atau tindak lanjut dari hasil LHP kita yang harus ditindaklanjuti. Bagaimana mau (disebut) gelondongan," ujarnya. (nvl/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini