Hari Guru yang jatuh pada Senin (25/11) kemarin menjadi momen spesial bagi Zaenudin. Dia juga mengapresiasi pidato Menteri Nadiem di Hari Guru yang menjadi viral itu.
"Mudah-mudahan dengan Menteri yang baru, saya berharap banget dengan Menteri Pendidikan yang baru, dia memerdekakan siswa dan proses pembelajaran. Kurikulum memang dibebaskan tapi masih tetap dalam satu keharusan," jelas Zaenudin saat ditemui detikcom di SD Negeri Kalibaru 3 Cilodong, Depok, Selasa (26/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita masih mengejar angka dan nilai. Jujur ya, memang paradigma di masyarakat, orangtua murid, nilai dan angka masih jadi patokan," ujar Zaenudin.
Zaenudin bercerita, banyak orang tua murid yang lebih mementingkan hasil atau output. Sementara proses bagaimana seorang anak bisa berkembang, tidak diperhatikan.
"Padahal pendidikan itu sebuah proses, mereka terkadang tidak melihat transformasi dari anaknya kurang baik menjadi baik, dari sikap yang agak nakal menjadi nurut atau sabar. Itu mereka tidak melihat ke situ. Itu masih menjadi paradigma sekarang," lanjutnya.
Ahmad mengaku setuju dengan pidato Mendikbud yang ingin memerdekakan siswa dan guru. Bahwa guru, tidak harus berpatokan dengan kurikulum ketika mengajari siswa. Setiap siswa dikatakannya, memiliki karakteristik berbeda.
"Dalam keseharian kita diberi kebebasan untuk bagaimana mengolah siswa. Saya setuju dengan pidato Mendikbud yang baru, jadi kita tidak terbebani administrasi yang luar biasa," kata dia.
Meski begitu, Ahmad pun berharap agar Mendikbud Nadiem ini, bisa menjadikan Indonesia tidak kalah dengan negara lain dalam hal pendidikan. Ia ingin agar pendidikan bisa merata dan tidak berfokus di kota-kota besar saja.
Ahmad tidak ingin ada anak yang putus sekolah. Ia pun tidak ingin ada sekolah di Indonesia, yang kekurangan guru.
"Sementara di pedalaman masih kurang (pendidikan). Jangan ada lagi anak putus sekolah, enggak ada guru, bangunan ambruk," ungkap Ahmad.
Banyak suka duka yang dirasakan Zaenudin menjadi seorang guru. Zaenudin merasa bangga menjadi guru, apalagi ketika anak-anak didik tidak melupakan jasa-jasa guru.
"Lelah ya (ketawa), tapi itu kewajiban. Tapi ada kepuasan batin, apalagi ketika dia lulus dari sini dan berhasil. Telah memakai almamater tertentu, datang ke SD cari kita, itu luar biasa. Alumni sini sudah ada yang jadi bintara, analisis kimia, saya senang sekali karena saya ikut dalam proses berkembangnya anak," jelas Zaenudin.
Bahkan di era yang semakin berkembang saat ini, apresiasi terhadap guru dia rasakan lebih baik. Peringatan Hari Guru saat ini, menurutnya lebih meriah dibanding tahun-tahun lalu.
"Hari guru itu dulu nggak se-fenomenal sekarang, dulu itu nggak ada perayaan, dimuliakan, dihormati, dan lain-lain. Baru berlangsung 5 tahun kebelakang sampai sekarang," ucapnya.
Meski guru memiliki jasa yang tiada tara, namun Zaenudin tidak pernah meminta kado dari murid-murid. Hanya sekadar meminta siswa membaca puisi atau berpantun ria sudah membuat guru gembira.
"Karena tidak menjadi keharusan dan kewajiban (memberi kado)," ucapnya.
Baca juga: Memandang Guru, Memandang Waktu |
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini