"Itu yang kita lakukan selalu, dan itu yang saya katakan, ruang dialog itu harus selalu kita buka," ujar Fachrul di kantor Kemenag, Jl Lapangan Banteng Barat, Jakarta Pusat, Jumat (22/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nanti kami amati, nggak serta merta membubarkan. Ada indikasi kan kami coba bina dengan baik. Kami selalu coba dengan pendekatan, musyawarah, kalau nanti suatu waktu tidak bisa, baru nanti ada langkah hukum," katanya.
"Nggak boleh mengatakan, saya begini, pokoknya begini, nggak bisa dong. Ada ruang dialog yang terbuka," lanjut dia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Kamaruddin Amin menyebut ada dua pesantren di Indonesia yang terindikasi terpapar radikalisme. Temuan itu, kata dia, sekaligus membantah temuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menyebut ada belasan pesantren yang terpapar radikalisme.
"Setelah ditindaklanjuti oleh litbang ternyata tidak banyak ya, kalau tidak salah ya, hanya ada dua yang terindikasi saja atau yang berpotensi dari sekian nama. Kalau enggak salah ada 16 dari BNPT setelah ditindaklanjuti oleh Litbang dilakukan penelitian hanya dua," katanya.
![]() |
Namun Amin belum bisa menyebutkan lokasi dua pesantren yang terindikasi terpapar radikalisme itu. Amin akan melakukan diskusi dengan sejumlah pihak untuk mengatasi persoalan tersebut.
"Kita juga harus mengkaji dulu, saya juga baru diberi tahu oleh Litbang, tapi kamu belum diberikan data lengkapnya. Saya nanti akan diskusikan juga apa langkah-langkah yang harus kita ambil. Tapi itu baru potensi saja. Tapi 1 saja kan berbahaya ya, virus itu kan bisa ini ya," ujar dia.
Salah satu indikasi pesantren terpapar paham radikal, menurut Amin, adalah adanya keinginan untuk mengganti Pancasila. Menurut Amin, ada sejumlah kelompok yang melihat dasar negara tersebut tidak produktif untuk menjadikan Indonesia sejahtera.
"Misal tentang konstitusi negara ya, mungkin tidak atau ada keinginan mengganti Pancasila sebagai dasar negara itu saya kira sebagai salah satu indikator Radikalisme politik ya, jadi has something to do with politics," ujar dia.
"Dan radikalisme itu kan sebenarnya dengan itu yang ada kaitannya dengan politik sesungguhnya, cuma agama sering dimanipulasi, sering dikapitalisasi, sering dieksploitasi untuk instrumen yang strategis untuk menyampaikan pesan politik itu," sambung Amin.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini