Felix menggugat Pasal 7 ayat 2 huruf d UU Keistimewaan DIY yang berbunyi:
Kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pertanahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Felix yang saat ini menjadi mahasiswa Fakultas Hukum UGM menyatakan, memberikan kewenangan bagi DIY dalam mengurus bidang pertanahannya sendiri, secara nyata telah menciptakan kesewenang-wenangan dalam menentukan suatu kebijakan yang berkaitan dengan urusan pertanahan di wilayah DIY. Felix yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ingin melakukan suatu investasi atas tanah dengan cara membeli sebidang tanah dengan status hak milik di wilayah DIY, namun pemohon tidak dapat mewujudkan keinginannya.
"Pada intinya tidak memperbolehkan WNI berketurunan Tionghoa untuk memiliki hak atas tanah di wilayah DIY," ujar Felix.
Menurut Felix, aturan itu mendegradasi kewenangan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Selain itu juga dinilai melanggar UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria. Aturan ini juga dinilai Felix bentuk diskriminatif atas dasar ras dan suku terhadap WNI keturunan Tionghoa.
"Kami mohon majelis hakim Mahkamah Konstitusi memutuskan menyatakan Pasal 7 ayat 2 huruf D bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," pinta Felix.
Keistimewaan Yogyakarta bukan pertama kali digugat ke MK. Pada 2016 silam, UU ini pernah digugat tapi ditolak MK. Salah satu pertimbangannya yaitu Kesultanan Yogyakarta sudah eksis lewat Kerajaan Mataram dengan Raja yang terkenal yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo yang bertakhta tahun 1613 sampai 1645 .
MK menguatkan keistimewaan Yogyakarta dalam hal:
1. tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur;
2. kelembagaan pemerintahan daerah DIY;
3. kebudayaan;
4. pertanahan; dan
5. tata ruang.
Keistimewaan itu juga pernah digugat ke PN Kota Yogyakarta tapi juga ditolak hakim setempat. (asp/aan)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini