Jakarta - Gugatan perdata Mantan Kepala Staf Kostrad TNI Mayjen (Purn) Kivlan Zen terhadap Jaksa Agung dilanjutkan. Mediasi antara Kivlan dan Jaksa Agung selaku tergugat gagal.
"Mediasi sudah tapi nggak berhasil," kata pengacara Kivlan, Tonin Tachta, di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (19/11/2019).
Sidang dilanjutkan dengan pembacaan gugatan, tetapi pihak Kivlan mengaku masih ada perbaikan berkas gugatan sehingga sidang ditunda dan akan kembali digelar Selasa (26/11). Tonin mengatakan, mediasi gagal karena pihak kejaksaan menolak proposal penawaran perdamaian yang dia ajukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu poin perdamaian yang dia ajukan misalnya meminta agar Jaksa Agung memproses kasus Wiranto yang disebut dalam dakwaan Rahardi Ramelan. Akan tetapi pihak kejaksaan tidak memenuhi permintaan tersebut.
"Kami bilang ya sudah bayar uang kami ya sudah kami cabut perkara, atau silakan jalankan terus penuntutan, kami cabut (gugatan). Kan dua kan, suruh bayar nggak mau, penuntutan nggak mau ya maunya jaksa apa kan aneh. Akhirnya gagal," kata Tonin.
"Ya dia berkawan lah. Pak Wiranto itu kan Menko Polhukam, Kejaksaan di bawahnya. bukan asumsi bukan gitu ceritanya. Ini kita lihat sekarang masih mau nggak dia jalan kalau dia nggak mau jalan ya terus kami akan mainkan skenario kedua lagi karena ini kan tetap harus orang koruptor kok tetap dibiarin, Rp 10 miliar," sambungnya.
Sebelumnya, Kivlan Zen mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Jaksa Agung dan turut tergugat mantan Panglima ABRI sekaligus eks Menko Polhukam, Wiranto. Kivlan meminta Jaksa Agung melakukan penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan terhadap Wiranto terkait pembentukan Pam Swakarsa pada 1998.
Menurut kuasa hukum Kivlan, Tonin Tachta, nama Wiranto telah disebutkan dalam dakwaan kesatu subsider dan kedua subsider sebagaimana menjadi isi dari surat putusan nomor 354/Pid.B/2002/PN.Jak-Sel atas nama mantan Kepala Bulog Rahardi Ramelan.
Kasus bermula ketika Kivlan berhenti dari jabatan Kepala Staf Kostrad pada 28 Juni 1998. Kivlan kemudian menjadi perwira tinggi tanpa jabatan di Mabes TNI. Sedangkan Wiranto saat itu menjabat Panglima ABRI.
Wiranto memerintahkan Kivlan membentuk Pam Swakarsa dalam rangka pengamanan Sidang Istimewa MPR pada 10-13 November 1998. Di awal pembentukannya, Kivlan diberi uang Rp 400 juta oleh Wiranto melalui Setiawan Djodi.
Setelah menerima uang Rp 400 juta itu, secepatnya dibentuk Formasi dan Anggota Pam Swakarsa. Selanjutnya, Kivlan menyiapkan akomodasi untuk kegiatan Sidang Istimewa MPR, seperti konsumsi, uang transportasi dari kedatangan hingga kepulangan, pengadaan alat komunikasi dan kendaraan, serta santunan terhadap anggota yang tewas, yang semuanya mencapai Rp 8 miliar.
Namun Kivlan mengaku tidak pernah mendapatkan dana tambahan dari Wiranto karena tidak dapat ditemui lagi. Akhirnya Kivlan bertemu dengan mantan presiden Prof BJ Habibie untuk menanyakan soal pertanggungjawaban biaya Pam Swakarsa (reformasi).
Menurutnya, BJ Habibie menjawab uang tersebut sudah diberikan kepada Wiranto dengan menggunakan dana non-budgeter Bulog Rp 10 miliar. Dalam berkas gugatannya, Kivlan berpendapat nama Wiranto ada dalam putusan perkara korupsi nomor: 354/Pid.B/2002/PN.Jak-Sel atas nama Rahardi Ramelan. Kivlan meminta Jaksa Agung mengusut tuntas kasus tersebut karena diduga Wiranto turut serta menerima uang Rp 10 miliar.
Pada petitumnya, Kivlan meminta hakim memutuskan Jaksa Agung melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak melakukan penuntutan terhadap Wiranto (turut tergugat). Kivlan meminta hakim memerintahkan Jaksa Agung menuntut Wiranto terkait kasus korupsi. Serta meminta Wiranto membayar ganti rugi Rp 8 miliar.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini