Jakarta - Ada secercah asa untuk jemaah korban
First Travel setelah Mahkamah Agung memutuskan
aset First Travel dirampas untuk negara. Harapan tersebut ada pada jaksa yang mengkaji upaya hukum lain yang bisa ditempuh untuk putusan itu.
Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin menyampaikan hal itu usai mengunjungi Paguyuban Pasundan di Jalan Aceh, Kota Bandung, Minggu (17/11/2019). Dia mengatakan, putusan kasasi oleh MA memang tidak sesuai dengan tuntutan jaksa yang meminta aset First Travel dikembalikan kepada para korban.
"Ini yang menjadi masalah. Asetnya First Travel ini kita nuntut agar barang bukti dan uang-uang disita dikembalikan kepada korban. Tapi oleh pengadilan, itu disita untuk negara, ini kan jadi masalah," ucap Burhanuddin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Jaksa Agung ST Burhanuddin (Foto: Lamhot Aritonang/detikcom) |
Burhanuddin kemudian mengaku akan membahas lagi dengan jajarannya terkait ada tidaknya upaya hukum lain agar aset First Travel dikembalikan kepada jemaah. Sejauh ini diketahui, tidak ada upaya hukum lain yang bisa dilakukan.
"Justru itu lagi kita bahas. Kita akan bahas apa upaya hukumnya ya," katanya.
Asa itu memang saat ini dibutuhkan oleh para korban. Bagaimana tidak, mereka seakan sudah jatuh ditimpa tangga. Setelah gagal berangkat umrah karena uang ditilap First Travel, uang para korban tidak dikembalikan, tapi dirampas untuk negara.
Para korban pun 'berteriak'. Salah seorang jemaah mengaku pasrah atas kasasi MA. Namun berharap mereka yang mengambil hak jemaah dilaknat Allah SWT.
"Saya dan beberapa teman masih menggugat, yang digugat kan jaksa. Tapi ya sudah inkrah, nanti tanggal 25 (November) ada keputusan. Tetapi kalau saya, sudahlah, semua jemaah sudah ikhlas. Artinya gini, ya sudah, serahkan kepada Allah. Kalaupun tidak dikembalikan, biarlah mereka yang mengambil hak dilaknat Allah," kata salah seorang korban, Ade Mustafa, saat dihubungi, Sabtu (16/11).
Sementara pengacara korban First Travel M Lutfi Yazid bertanya-tanya dengan putusan MA tersebut. Sebab, aset tersebut merupakan uang jemaah korban First Travel, bukan hasil korupsi yang merugikan negara.
"Aset tersebut bukanlah uang korupsi melainkan uang jamaah? Andaikan uang hasil korupsi adalah benar jika dirampas dan diserahkan kepada negara! Namun ini uang jamaah. Jadi kalau aset First Travel kemudian dilelang oleh Kajari dan diserahkan kepada negara maka ini namanya illegal," kata Luthfi kepada wartawan, Jumat (15/11/2019).
"Andaikan uang hasil korupsi adalah benar jika dirampas dan diserahkan kepada negara! Namun ini uang jamaah. Jadi kalau aset FT kemudian dilelang oleh Kajari dan diserahkan kepada negara maka ini namanya illegal," sambung dia.
Namun, putusan kasasi Nomor 3096 K/Pid.Sus/2018 yang diketok oleh ketua majelis Andi Samsan Nganro dengan anggota Eddy Army dan Margono, agar aset First Travel dirampas negara sendiri bukan tanpa pertimbangan. Dalam pertimbangannya, terungkap alasan MA tidak mengembalikan aset First Travel ke jemaah, tapi merampas untuk negara. Pertimbangannya yaitu:
1. Bahwa terhadap barang bukti Nomor urut 1 sampai dengan Nomor urut 529, Pemohon Kasasi I/Penuntut Umum sebagaimana memori kasasinya memohon agar barang-barang bukti tersebut dikembalikan kepada para calon jamaah PT First Anugerah Karya Wisata melalui Pengurus Pengelola Asset Korban First Travel berdasarkan Akta Pendirian Nomor 1, tanggal 16 April 2018 yang dibuat di hadapan Notaris Mafruchah Mustikawati, SH, M.Kn, untuk dibagikan secara proporsional dan merata akan tetapi sebagaimana fakta hukum di persidangan ternyata Pengurus Pengelola Asset Korban First Travel menyampaikan surat dan pernyataan penolakan menerima pengembalian barang bukti tersebut;2. Bahwa sebagaimana fakta di persidangan, barang-barang bukti tersebut merupakan hasil kejahatan yang dilakukan oleh para Terdakwa dan disita dari para Terdakwa yang telah terbukti selain melakukan tindak pidana Penipuan juga terbukti melakukan tindak pidana Pencucian Uang. Oleh karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 39 KUHP juncto Pasal 46 KUHAP barang-barang bukti tersebut dirampas untuk Negara.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini