Hal ini diawali dengan tingginya kesadaran warga Desa Gentansari, Kecamatan Pagedongan, Banjarnegara untuk menjaga lingkungan dari bahaya sampah. Hingga akhirnya berdiri bank sampah untuk mengelola limbah dari warga desa tersebut.
Kini, warga Desa Gentansari rutin membawa sampah rumah tangga ke bank sampah yang dikelola oleh pemuda Karangtaruna. Bank sampah di Desa Gentansari membeli sampah dari warga sebesar Rp 200 sampai Rp 2 ribu per kilogram.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampah organik menjadi kompos, dan sampah non organik ini diolah lagi oleh ibu-ibu menjadi berbagai jenis barang untuk dijual lagi," kata pengelola bank sampah Desa Gentansari Andika Dwi Prasetya kepada wartawan, Kamis (14/11/2019).
Sampah nonorganik ini diolah menjadi tikar, vas, bunga, topi, suvenir pernikahan hingga kursi.
![]() |
"Barang olahan dari sampah ini yang nilai jualnya paling tinggi adalah satu paket kursi dan meja dari ban bekas. Harganya mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta," jelasnya.
Andika mengatakan bahwa kursi dari barang bekas digarap oleh oleh pemuda karangtaruna. Sedangkan tikar, topi dan lainnya digarap oleh ibu-ibu.
"Untuk kursi dari ban bekas, satu paket ini terdiri dari 3 kursi dan satu meja. Harga jualnya mulai Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta untuk satu paket," jelasnya.
Salah seorang warga, Siti Julaeha (37), mengungkapkan alasannya ikut serta mengolah sampah.
![]() |
"Tikar dan tempat tisu ini dibuat dari bungkus kopi sasetan. Dari pada berdiam diri di rumah, ibu-ibu di sini membuat kerajinan dari sampah di rumah produksi. Dan sampah kertas juga bisa dimanfaatkan menjadi topi dan vas bunga," ujarnya.
Baca juga: Kenapa RI Masih Impor Sampah? |
Siti mengatakan bahwa barang-barang kerajinan itu banyak dijual melalui pameran dan media sosial. Saat ini, kata Siti, pemesan sebagian besar masih dari Banjarnegara dan sekitarnya.
"Tetapi kami terus memamerkan produk-produk olahan sampah. Selain untuk menjaga kebersihan, juga bisa membantu ekonomi warga," tuturnya.
Tidak hanya itu, hasil olahan sampah ini juga pernah digunakan untuk menggelar resepsi pernikahan warga. mulai dari jas dan gaun pengantin, perabotan, hingga souvenir terbuat dari bahan dasar sampah.
"Dulu ada warga di sini yang menggelar pernikahan dengan menggunakan barang dari sampah. Dari baju, kursi, hingga suvenir. Ini sangat membantu, karena menggelar pesta pernikahan ini kan membutuhkan biaya banya. Dengan hasil olahan sampah tentu bisa memangkas biaya pernikahan," paparnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini