Kasus bermula saat kedua siswa SMK 11 Surabaya diskorsing karena memukul gurunya, Munir di depan Toko Sinar Bintang, Jalan Siwalan Kerto Surabaya pada 23 Februari 2006. Kasus pemukulan ini sejatinya akan ditempuh ke jalur pidana, tapi atas berbagai pertimbangan diselesaikan di tingkat akademik.
Para guru kemudian mengadakan rapat para guru. Semua sepakat menjatuhkan skorsing kepada kedua siswa yaitu selama 4 bulan. Karena skorsing itu dijalani saat hendak kenaikan kelas, kedua siswa itu dinyatakan tidak bisa ikut ujian kenaikan kelas. Sehingga keduanya tinggal kelas.
Atas hal itu, orang tua siswa Sulami dan Romi tidak terima anaknya tidak naik kelas. Kedua orang tua siswa tidak terima atas keputusan itu dan menggugat ke PTUN Surabaya. Apa kata PTUN Surabaya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Duduk sebagai ketua majelis Ujang Abdullah dengan anggota Priatmanto Abdoellah dan Evita Mawulan Akyati. Majelis menyatakan sanksi skorsing dan saksi tidak mengikuti ujian kenaikan kelas, adalah melanggar asas larangan bertindak sewenang-wenang (willekeur) yaitu pada waktu menerbitkan keputusan tidak naik kelas, tidak memperhatikan semua kepentingan yang terkait.
"Juga melanggar asas keseimbangan yaitu memberikan hukuman yangtdiak seimbang dengan kesalahan di mana keselahan yang dilakukan oleh kedua siswa hanya satu perbuatan, sedangkan hukuman yang diberikan adalah dua sanksi yaitu tidak mengikuti pelajaran selama 4 bulan dan tida dapat pula mengikuti ujian kenaikan kelas," ujar majelis dengan suara bulat. (asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini