"Sudah 19 tahun (di Wamena), selama ini damai, nyaman, tenang, berbaur dengan masyarakat tidak ada gangguan, tidak tahulah ini yang bikin seperti apa. Dengan warga lokal aman berbaur seperti biasa saja, ini yang bikin ribut dari kabupaten lain bukan dari kabupaten Jayawijaya," kata Defrizul saat ditemui di Base Ops Lanud I Gusti Ngurah Rai, Jl Airport Ngurah Rai, Badung, Bali, Kamis (3/10/2019).
Baca juga: 64 Warga Eksodus dari Wamena Transit di Bali |
Defrizul menyesalkan aksi rusuh yang terjadi Senin (23/9) lalu itu. Seluruh harta bendanya habis terbakar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menuturkan saat rusuh terjadi warga lokal sempat membantu untuk menghalau massa. Namun, karena massa makin beringas, warga pun akhirnya mundur.
"Masyarakat asli situ ada yang ikut bantu ada juga tidak, tapi mereka ketakutan juga. Pertama mau terjadi kebakaran malahan masyarakat situ mereka menghalangi, dikejar mau diparangi mereka takut juga. Massa ada yang bawa sajam, dengan bom molotov," ceritanya.
Defrizul tinggal di Wamena bersama tiga adik beserta keluarganya. Beruntung tak ada yang terluka akibat kejadian tersebut.
"Alhamdulillah tidak ada yang terluka. Tapi keluarga di Sumbar sempat panik karena jaringan telepon nggak bisa, internet nggak bisa. Jadi nggak bisa kasih kabar tapi waktu itu masih bisa pakai Indosat," tutur anggota Ikatan Keluarga Minang (IKM) Wamena ini.
Meski begitu, Defrizul mengaku tak trauma dengan peristiwa yang dialaminya itu. Dia tetap berencana kembali ke Wamena setelah mengungsikan keluarganya ke Padang.
"Harapan semoga cepat aman, supaya bisa kembali secepat mungkin. Kalau maunya diri saya antar anak-istri, adik-adik semuanya di Padang, paling lama dua minggu saya balik lagi rencana saya, karena di situ merasa tenang tapi masyarakat di sana yang punya lokasi dekat juga sama kita. Kalau saya alhamdulillah nggak trauma," tutur warga Desa Bayang ini.
Halaman 2 dari 2