Jakarta - Berselang setahun, dua orang yang pernah berada di lingkaran dalam pemerintahan 'berseragam' rompi oranye dengan tulisan di bagian punggungnya '
Tahanan KPK'. Siapa mereka?
Adalah
Imam Nahrawi sebaga mantani Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), yang pada masa akhir jabatannya dijerat KPK. Pada pertengahan September ini, Imam ditetapkan KPK sebagai tersangka. Atas status itu, kemudian Imam mundur dari jabatannya.
Dia diduga terlibat dalam pusaran kasus suap terkait dana hibah dari Kemenpora untuk KONI. Totalnya, menurut KPK, Imam menerima Rp 26,5 miliar melalui asisten pribadinya yang bernama Miftahul Ulum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam rentang 2014-2018, IMR (Imam Nahrawi) selaku Menpora melalui MIU (Miftahul Ulum) selaku asisten pribadi Menpora diduga telah menerima uang sejumlah Rp 14,7 miliar," kata Wakil Ketua Alexander Marwata di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 18 September lalu.
Selain itu, Alexander menyebutkan ada penerimaan lain senilai Rp 11,8 miliar untuk Imam dalam rentang 2016-2018. KPK menduga uang-uang yang diterima Imam itu adalah jatah baginya atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI ke Kemenpora, penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima, dan penerimaan lain.
Pada Jumat, 27 September 2019, Imam datang ke KPK memenuhi panggilan penyidik. Dia sedianya diperiksa sebagai tersangka.
Waktu berlalu hingga pada akhirnya Imam ditahan KPK. "IMR, Menteri Pemuda dan Olahraga 2014-2019, ditahan 20 hari pertama di Rutan Pomdam Jaya, Guntur," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah.
Imam sendiri menyampaikan apa yang dilaluinya sebagai takdir. Dia mengaku akan kooperatif mengikuti proses hukum.
 Mantan Menpora Imam Nahrawi ketika ditahan KPK (Ibnu Hariyanto/detikcom) |
"Saya sudah dimintai keterangan sebagai tersangka dan sebagai warga negara tentu saya harus mengikuti proses hukum yang ada dan saya yakin hari ini takdir saya, dan semua manusia akan menghadapi takdirnya," kata Imam setelah menjalani pemeriksaan di KPK.
"Demi Allah, Allah itu Mahabaik dan takdirnya tak pernah salah. Karena itu, doakan saya mengikuti proses hukum yang sedang saya jalani ini dan semoga semuanya berjalan dengan baik dan Indonesia tetap menjadi NKRI yang kita cintai ini," imbuhnya.
Setelah itu, Imam, yang telah mengenakan rompi tahanan KPK warna oranye dan borgol, berjalan ke arah mobil tahanan. Tidak ada ucapan lebih lanjut dari Imam.
Setahun sebelumnya atau pada Agustus 2018, seorang menteri pada era pemerintahan Jokowi juga ditahan KPK. Dia adalah Idrus Marham, yang merupakan Menteri Sosial pada waktu itu.
Namun, sebenarnya, ketika ditahan KPK pada Jumat, 31 Agustus 2018 itu, Idrus sudah mundur dari jabatannya. Idrus dijerat KPK karena diduga mengetahui dan memiliki andil dalam penerimaan uang oleh Eni Maulani Saragih dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. Menurut KPK, Eni--yang saat ditangkap menjabat Wakil Ketua Komisi VII DPR--menerima uang dari Kotjo.
Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, yang disebut tergabung dalam konsorsium yang bakal menggarap proyek PLTU Riau-1. Eni disebut KPK menerima Rp 4 miliar pada November-Desember 2017 serta Rp 2,25 miliar sekitar Maret dan Juni 2018.
Uang itu merupakan bagian dari USD 1,5 juta yang disebut KPK dijanjikan Kotjo kepada Eni. Janji serupa disebut KPK diterima Idrus. Selain itu, Idrus diduga berperan mendorong agar proses penandatanganan
purchase power agreement (PPA) jual-beli dalam proyek pembangunan PLTU mulut tambang Riau-1.
 Idrus Marham saat ditahan KPK (Ari Saputra/detikcom) |
Atas kasus itu, Idrus juga telah divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan pada pengadilan tingkat pertama. Hukuman itu meningkat di tingkat banding menjadi 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dalam putusan Pengadilan Tipikor, mantan Sekjen Golkar ini dinyatakan bersalah menerima suap Rp 2,25 miliar dari pengusaha Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1. Idrus dinyatakan bersalah melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Belakangan, Idrus berniat kembali mengajukan kasasi ke tingkat Mahkamah Agung (MA).
Baik Idrus maupun Imam ditahan KPK pada hari Jumat, yang kerap diistilahkan 'Jumat Keramat' di KPK. Istilah itu tenar karena KPK kerap menahan tersangka, mengumumkan tersangka kelas kakap, atau menggelar penindakan pada hari Jumat.
Salah satu tokoh besar yang dijerat pada 'Jumat Keramat' adalah Setya Novanto, yang merupakan Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar pada saat itu. Novanto saat itu dijerat KPK sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP untuk kedua kalinya, setelah lolos melalui praperadilan.
"KPK menerbitkan surat perintah penyidikan pada 31 Oktober 2017 atas nama tersangka SN (Setya Novanto), anggota DPR RI," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (10/11/2017).
'Jumat Keramat' juga dialami tokoh besar lainnya, yaitu Taufik Kurniawan, yang merupakan Wakil Ketua DPR dari Fraksi PAN. Dia ditahan pada Jumat, 2 November 2018.
Kemudian 'Jumat Keramat' tersemat pula bagi Romahurmuziy alias Rommy ketika terjaring OTT KPK pada Jumat, 15 Maret 2019. Mantan Ketua Umum PPP itu ditangkap KPK bersama empat orang lain yang diduga terkait transaksi haram untuk pengisian jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) pusat dan daerah.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini