Benarkah Gas Air Mata Kedaluwarsa Lebih Berbahaya?

Benarkah Gas Air Mata Kedaluwarsa Lebih Berbahaya?

Ibad Durohman - detikNews
Kamis, 26 Sep 2019 18:41 WIB
Foto Ilustrasi (Antara Foto)
Jakarta - Foto selongsong gas air mata yang sudah kedaluwarsa viral di media sosial di tengah gelombang aksi demonstrasi mahasiswa menolak RUU dan UU KPK, Selasa (23/9/2019). Apa gas air mata kedaluwarsa bisa lebih berbahaya?

Lewat akun Facebook-nya pada Rabu (25/9), aktivis HAM Munir Said Thalib, Suciwati, mengimbau agar demonstran mengumpulkan cartridge dan selongsong gas air mata kedaluwarsa itu. Tujuannya supaya menjadi bukti pelanggaran prosedur pengamanan oleh aparat.


Feri Kusuma, Deputi Kordinator Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), saat ditemui detikcom di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), mengaku merasakan ada perbedaan efek dari gas air mata kadaluarsa tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau yang saya rasakan sih iya. Saya awalnya kan tidak tau gas air mata ini expired ya. tapi di lapangan itu begitu saya kena dan saya hirup, itu memang beda sekali dengan pengalaman-pengalaman saya ikut aksi sebelumnya. Makanya saya sempat syok, waduh kok begini ini apa ini," beber Feri, yang ikut melakukan pemantauan aksi mahasiswa di depan gedung DPR RI, Selasa (24/9/2019).


Feri menjelaskan, efek yang dirasakan kala terpapar gas air mata saat itu adalah batuk-batuk sampai sulit bernapas. Dia pun membayangkan implikasi gas air mata kedaluwarsa itu pasti lebih tinggi dibandingkan dengan gas air mata biasa yang digunakan sebelum-sebelumnya.

"Makanya menurut saya penggunaan gas air mata (kedaluwarsa) itu berpotensi menghilangkan nyawa. Sebab, kalau orang yang punya penyakit asma atau jantungan udah lewat (meninggal). Para pendemo kalau nggak segera evakuasi saya jamin akan ada korban. Sebab, waktu kami evakuasi, banyak mahasiswa yang pingsan karena terseret dan efek gas itu," ungkap Feri.



Namun sampai saat ini tim khusus yang dibentuk LBH Jakarta, KontraS, Muhammadiyah, dan aktivis lainnya belum menemukan sisa selongsong gas air mata yang diduga sudah kedaluwarsa tersebut.

Pasalnya, untuk saat ini tim khusus tersebut masih berfokus pada pengaduan masyarakat tentang orang hilang mau pun yang mengalami kekerasan. Sampai saat ini setidaknya tim tersebut sudah menerima sekitar 200 aduan. Aduan yang paling banyak adalah soal orang hilang pasca-aksi demonstrasi yang berujung ricuh tersebut.


Sementara sumber detikcom di kalangan militer mengatakan efek gas air mata kedaluwarsa jika terkena manusia perlu ada uji laboratorium. Namun, setahu dia, gas air mata yang sudah kedaluwarsa akan mengalami kebocoran.

"Malah ada juga yang meledak sebelum digunakan karena gas di dalam tabung sudah bantat. Bisa juga saat ditembakkan melalui pelontar tidak mengeluarkan bunyi ledakan karena kepadatannya berkurang," jelas sumber tersebut.


Soal tidak adanya ledakan tabung gas air mata yang kedaluwarsa juga dibenarkan mantan Direktur Utama Pindad Adik Avianto yang diwawancarai detikcom secara terpisah.

"Itu maksud expired itu bukan gas air matanya, tapi produknya. Jadi, kalau umpamanya dia sudah expired ketika ditembakin dia tidak meledak. Jadi kenapa dipakai sebelum expired biar meledak. Begitu," jelas Adik yang menjabat orang nomor satu di Pindad pada 2007-2013.

Benarkah Gas Air Mata Kedaluwarsa Lebih Berbahaya? Foto: Istimewa



Adik mengakui selongsong gas air mata yang viral di media yang berkode MU53-AR adalah produk Pindad. Kode MU di selongsong merupakan kode Pindad yang berarti 'amunisi' karena yang mengerjakan divisi amunisi. Kalau di boks pengepak amunisi, ada tulisan kode PIN.

Dijelaskan Adik, kedaluwarsanya gas air mata tidak berpengaruh kepada isi gas. "Jadi efek gas air mata yang expired hanya tidak meledak saja, bukan pengaruh isi atau zatnya. Jangan bikin hoax zat di dalamnya bisa mematikan karena jika senyawa yang bisa mematikan pasti ada warning. Dan teknologi untuk gas air mata atau TOT kita beli dari negara lain," ungkapnya.


Komponen utama gas air mata, menurut Adik, ada tiga jenis, yakni pendorong, kedua bahan peledak, dan yang ketiga unsur air gas (gas udara). Jika sudah kedaluwarsa, yang berpengaruh adalah peledak dan pendorongnya karena akan mengalami kelembapan. Dalam kondisi seperti itu, gas air mata akan bungkam atau bantat.

Anehnya, Manajer Komunikasi Korporat, Komarudin, saat dimintai konfirmasi, mengatakan Pindad tidak membuat gas air mata.

"Pindad tidak pernah membuat gas air mata. Nggak pernah. Kalau seingat saya, Pindad itu hanya membuat granat asap. Jadi mohon maaf kalau mau tanya soal gas air mata ya yang mana?," kata Komarudin .


Untuk saat ini, Pindad hanya bekerja sama dengan Polri untuk pengadaan water cannon. Itu pun belum terjual karena pemesanannya belum terpenuhi.

"Kita sedang ada kerja sama dengan Litbang Polri, yaitu pembuatan water cannon. Itu aja," pungkas Komaruddin.

Sedangkan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono membantah jika Polri menggunakan gas air mata kedaluwarsa. "Polisi gunakan gas air mata yang masih standar (bukan kedaluwarsa)," tegas Argo Yuwono.



Di Luar Negeri

Masalah gas air mata yang berbahaya ini juga pernah merebak di luar negeri. Isu ini juga mengemuka lewat media sosial. Konteksnya adalah demonstrasi di Hong Kong yang menolak intervensi China dalam RUU ekstradisi.

Dilansir South China Morning Post, 9 Agustus 2019, foto yang menyebar secara daring menunjukkan selongsong gas air mata yang tanggal kedaluwarsanya telah lewat jauh. Wartawan bertanya kepada polisi perihal gas air mata kedaluwarsa itu pada saat jumpa pers, tapi polisi saat itu belum bisa memastikan apakah ada gas air mata kedaluwarsa yang digunakan atau tidak.


Namun pakar keamanan dan mantan pengawas kepolisian, Clement Lai Kai-chi, memberikan analisisnya. Dia mengatakan tanggal yang tercantum di selongsong gas air mata hanyalah menunjukkan waktu 'sebaiknya digunakan' dan amunisi masih bisa digunakan lima tahun lagi setelah tanggal itu.

"Tanggal itu terkait fungsionalitas alat itu, dalam hal ini apakah primer (bagian amunisi yang berfungsi sebagai penyulut mesiu) akan tetap bisa meletus ketika pelatuknya ditarik. Ini bukan berkenaan dengan apakah asapnya akan basi dan menyebabkan lebih banyak luka-luka untuk orang," tutur Lai.

Iowa State Daily pernah memberitakan hal serupa. Terjadi kerusuhan di Veishea pada 18 April 2004. Aparat setempat menghalau massa dengan gas air mata. Mahasiswa Michael Brechler menemukan ada satu selongsong gas air mata bertanda tahun pembuatan 1994, pagi setelah kerusuhan. Di selongsong itu, dijelaskan bahwa gas air mata itu tidak digunakan empat tahun setelah tanggal pembuatan.



Polisi daerah Ames, Sersan Brian Braymen, yang terlatih dalam hal amunisi, menjelaskan, gas air mata yang lama kedaluwarsa bukan menjadikan gas air mata itu lebih berbahaya bagi orang-orang yang dihalau, melainkan lebih berbahaya bagi petugas kepolisian yang menembakkan gas air mata itu.

"Masalah yang sebenarnya adalah alat itu menjadi tidak berfungsi," kata Braymen.

CEO perusahaan pembuat gas air mata tersebut, yakni Jon Goodrich dari Mace Security International, menjelaskan bahwa tanggal kedaluwarsa itu dicantumkan karena propelan (pemicu pembakaran dalam alat itu) dalam selongsong bisa melemah. Itu bisa membahayakan penggunanya. Perubahan suhu udara juga bisa membuat selongsong gas air mata mejan.
Halaman 2 dari 5
(dnu/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads