"Mereka seolah-olah DPR itu pro kekerasan seksual. Pro apa gitu? Kalau memang mereka merasa DPR itu melakukan kesalahan, laporkan saja ke polisi. Kalau nggak bisa ke polisi, ada Dewan Kehormatan (MKD). Ini jadi istilah-istilah nggak nyambung, menurut saya ini semacam pembodohan kepada masyarakat. Mereka tidak memahami yang kita sampaikan, tapi mereka ribut begitu saja," kata Wakil Ketua Komisi VIII Iskan Qolba Lubis saat kepada wartawan, Senin (23/9/2019).
Menurut Iskan, frasa 'kekerasan seksual' tidak ada dalam terminologi hukum Indonesia, karena yang ada adalah istilah 'kejahatan'. Politikus PKS itu menyebut pembahasan RUU P-KS juga menunggu selesainya RUU KUHP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bukan kita tidak mau menyelesaikan. Tapi jangan disalahkan dong kita. Kita kalau (RUU KUHP) cepat diselesaikan Komisi III, kita selesaikan (RUU P-KS)," imbuhnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta pengesahan RUU KUHP ditunda. Iskan meminta semua pihak bersabar jika nantinya RUU P-KS belum bisa disahkan dan pembahasannya dilanjutkan oleh DPR periode selanjutnya (carry over).
"Bisa di-carry over kan, kan nggak apa-apa, cuma beda satu hari kok. Kalau nggak selesai tanggal 30 September kan tanggal 1 Oktober kan sudah mulai lagi. Sabar dikit lah," ucapnya.
Sebelumnya, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) hingga kini masih dalam pembahasan DPR. Ketua Solidaritas Perempuan Dinda Nur Annisa Yura menilai hal itu menunjukkan watak anggota DPR yang toleran terhadap kekerasan seksual.
"Tidak seriusnya DPR terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual itu sebenarnya menunjukkan watak anggota DPR itu seperti apa. Watak anggota DPR yang menoleransi kekerasan seksual, tidak menganggap kekerasan seksual itu sesuatu yang penting, tidak menghargai perempuan sebagai manusia dan melihat perempuan lebih rendah dari laki-laki dalam konteks kehidupan manusia," kata Dinda di Sekretariat Nasional KPA, Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (22/9).
Sahkan RUU PKS, Demi Lindungi Anak dari Kekerasan Seksual:
(azr/nvl)