New York - Rusia dan China menggunakan hak veto mereka untuk menggagalkan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan
gencatan senjata di provinsi Idlib, Suriah. Ini dilakukan setelah negara-negara anggota DK PBB lainnya mengingatkan bahwa konflik Suriah bisa menjadi krisis kemanusiaan terburuk pada abad ini.
Saat pembahasan draf resolusi tersebut, Rusia mendesak untuk memasukkan pengecualian bagi "operasi antiteroris" dalam resolusi gencatan senjata tersebut. Namun negara-negara anggota DK PBB lainnya tidak setuju dengan pengecualian tersebut. Hingga akhirnya saat pemungutan suara DK PBB,
Rusia dan China memveto resolusi tersebut.
Padahal sebelumnya para duta besar Belgia, Kuwait dan Jerman telah menyerukan agar resolusi tersebut tidak digagalkan, dan menyebutnya sebagai langkah kemanusiaan semata-mata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam resolusi yang digagalkan Rusia dan China itu, disebutkan seperti dilansir kantor berita
AFP, Jumat (20/9/2019), bahwa semua pihak harus menghentikan permusuhan "untuk menghindari kemerosotan lebih lanjut dari situasi kemanusiaan yang sudah seperti bencana di Provinsi Idlib, dimulai pada siang hari waktu Damaskus pada 21 September."
Rusia dan China menolak draf resolusi tersebut dengan menyampaikan resolusi alternatif, yang kemungkinan akan dilakukan pemungutan suara pada sesi sidang DK PBB pada Kamis (19/9) waktu setempat.
Dalam draf resolusi yang digagalkan Rusia dan China, disebutkan bahwa gencatan senjata tidak berlaku bagi operasi militer terhadap orang-orang, kelompok atau entitas yang "terkait dengan kelompok-kelompok teroris."
Diketahui bahwa Rusia mendukung rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang tengah melakukan operasi militer selama empat bulan terakhir untuk membebaskan Provinsi Idlib dari pasukan pemberontak.
Sebelumnya pada Rabu (18/9) waktu setempat, Sekjen PBB Antonio Guterres dan Komite Palang Merah Cross Peter Maurer, menyerukan dihentikannya serangan udara dan artileri di Idlib.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini