"Pemerintah menyetujui bahwa seluruh pembahasan panja ini bisa dibawa ke tingkat dua di paripurna. Khusus satu hal yang masih dipending yang masih belum mendapat kesepakatan bersama, terkait pasal 49 kami dari pemerintah ingin menjelaskan terkait keberadaan dana abadi pesantren karena ini domain Kemenkeu dan kami sudah berkali-kali mencoba mengkonfirmasi," kata Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin dalam rapat bersama Komisi VIII di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (19/9/2019).
Lukman pun memaparkan alasannya menolak pasal 49 di RUU Pesantren. Salah satunya, dana abadi yang baru di luar alokasi dana pendidikan akan membebani negara dan masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, DPR tetap ingin pesantren mendapatkan dana abadi di luar alokasi dana pendidikan. DPR beralasan dana abadi tersebut tidak digunakan hanya untuk pendidikan tapi juga untuk berdakwah.
"Kata dapat pada pasal 42 dicoret, tapi tanpa menghilangkan pasal 49," kata Ketua Komisi VIII, Ali Taher.
Sejumlah fraksi pun kemudian menyimpulkan Kemenag enggan dana abadi menggerus alokasi anggarannya. Hal itu kemudian dibantah langsung oleh Lukman.
"Kami tidak khawatir dana abadi akan menggerus dana Kemenag. Tapi kami ingin agar uang negara bisa dirasakan oleh masyarakat," kata Lukman.
"Itulah kenapa pemerintah tidak lagi membentuk dana-dana abadi itu. Karena itu useless. Tidak bisa dimanfaatkan secara optimal yang bisa hanya sebagian kecil dari nilai manfaatnya. Karenanya dana abadi, ini kebijakan bapak presiden kami baru saja konfirmasi dengan Menkeu," imbuhnya.
Lukman pun kemudian menyarankan redaksi dalam pasal tersebut diubah jika DPR tetap ingin mempertahankan pasal soal dana abadi.
"Jika tetap ingin mempertahankan pasal 49, rumusan ayat satunya sebaiknya kita ubah 'pemerintah menyediakan dan mengelola dana abadi pesantren yang bersumber dari dana abadi pendidikan'. Jangan bikin baru lagi," kata Lukman.
Namun, permintaan Lukman tetap tidak disetujui oleh sejumlah anggota Komisi VIII. Anggota Fraksi PKB Marwan Dasopang beranggapan lebih baik pasal tersebut dihilangkan saja daripada harus dialokasikan dari dana pendidikan.
"Kalau masih bagian dana abadi pendidikan nggak perlu pasal ini, pasal 49 buang. Di saat kita butuh saat kita sudah kaya dan punya banyak uang, terkunci 20%. Kalau spesialis untuk pesantren maka boleh saja. Mending tidak usah ada," ujar Marwan.
Akhirnya, disepakati bahwa redaksi Pasal tersebut diubah menjadi 'pemerintah menyediakan dan mengelola dana abadi pesantren yang bersumber dan merupakan dari dana abadi pendidikan'.
"Sepakat Pasal 42 kata dapat dicabut kemudian muncul kalimat pada 49 ayat 1 seperti yang sekarang," tutup Ali.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini