Berdasarkan berkas permohonan yang dilansir website MK, Kamis (19/9/2019), gugatan itu diajukan oleh sejumlah mahasiswa. Yaitu:
1. Mahasiswa FH UI, M Raditio Jati Utomo.
2. Mahasiswa FH UKI, Deddy Rizaldy.
3. Mahasiswa FH Unpad, Putrida Sihombing.
4. Mahasiswa GH Untar, Kexia Goutama.
5. Mahasiswa UPH Jovin Kurniawan.
6. Mahasiswa FH UI, Agun Pratama.
7. Mahasiswa FH UI, Naomi Rehulina Barus.
8. Mahasiswa FH UI, Agustine E Noach.
9. Mahasisawa FH Atmajaya, Elizabeth.
10. Mahasiswa FH Atmajaya, Tommy.
11. Mahasiswa FH Atmajaya, Obey Yoneda.
12. Mahasiswa FH Atmajaya, Zanson Silalahi.
13. Mahasiswa FH UPN, Adam Ilyas.
14. Mahasiswa FH Untar, Dylan A Ramadhan.
15. Politisi, Timothy Ivan Triyono.
16. Warga Cilacap, Suhanto.
17. Wiliam Yangjaya
18. Mahasiswa FHUKI, Eliandi Hulu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu argumennya, berdasarkan hitungan manual, rapat paripurna DPR hanya dihadiri 80 anggota DPR. Meski pimpinan sidang DPR, Fahri Hamzah menyatakan ada 289 yang tercatat hadir dan izin, dari 560 anggota DPR.
"Pembentukan UU a quo sebagai proses pembentukan UU yang baik tidak dipenuhi sehingga timbul kerugian yang sebenarnya dapat dicegah jika asas-asas pembentukan UU yang baik dipenuhi," ujar penggugat.
Menurut mereka, segala upaya untuk melemahkan pemberantasan korupsi berarti merupakan pemerkosaan terhadap kepentingan masyarakat yang merupakan violation of constitutional rights. Korupsi merupakan permasalahan kronis dalam suatu masyarakat demokratis. Selain itu, mereka juga meminta MK membuka pintu agar PTUN bisa membatalkan 5 nama pimpinan KPK yang dipilih DPR.
Menyatakan Pasal 31 UU KPK bertentangan dengan UUD 145 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'proses pencalonan dan pemilihan anggota KPK sebagaimana dimaksud pasal 30 dilakukan secara transparan dan penetapannya dapat dibatalkan melalui upaya hukum PTUN apabila di kemudian hari terdapat indikasi akan pelanggaran syarat-syarat yang tertuang dalam Pasal 29'.
Halaman 2 dari 2