Mbah Pani, sapaan akrabnya, dikabarkan telah melaksanakan ritualnya pada Senin (16/9) malam. Prosesi ritual pun disaksikan banyak pihak, mulai warga setempat, pemerintah desa, bahkan jajaran polsek dan koramil setempat.
Kepala Desa Bendar Sutopo membenarkan ada salah satu warganya yang melangsungkan ritual tersebut. Ia pun mengaku mendapatkan laporan secara langsung dari Mbah Pani sebelum melaksanakan tapa pendhem.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Ia menyebut Mbah Pani melaksanakan ritual semacam itu sudah sembilan kali. Yang saat ini adalah ritual ke-10 dan disebut sebagai ritual penutup. Setelah itu, berdasarkan pengakuan Mbah Pani, tidak akan menjalani tapa pendhem lagi.
"Katanya ini yang terakhir, ritual penutup begitu. Memang biasanya hanya 3 hari 3 malam, ini nanti yang terakhir rencananya sampai 5 hari 5 malam," terangnya.
Sutopo bercerita, ia bersama perangkat dan warga lainnya menyaksikan sendiri prosesi dikuburnya Mbah Pani dalam menjalankan tapa pendhem. Diceritakannya, segala prosesinya sama persis dengan prosesi pemakaman orang yang meninggal dunia.
Mbah Pani juga memakai kain kafan. Bentuk liang lahad untuk bertapa pun sama dengan liang lahad orang yang meninggal. Lengkap dengan batu nisan di atasnya. Tapi tidak tertulis nama, melainkan dibungkus dengan kain kafan.
"Ya dikafani, dipocongi begitu. Bahkan sebelum ke liang kuburnya itu, beliau nyalami satu-satu orang yang hadir sambil lompat-lompat karena sudah dalam terbungkus kafan itu. Kemudian masuk ke kuburannya, juga sudah sama dengan prosesi pemakaman. Hanya saja tidak diazani," imbuhnya.
![]() |
Pusara tempat Mbah Pani tapa pendhem berada di ruang dapur rumahnya. Saat detikcom bermaksud berkunjung ke rumahnya, pihak keluarga masih menutupi pusara dan tidak memperkenankan untuk diambil gambarnya.
"Topo pendhem seperti ini sudah dilakukan beliau sebanyak sembilan kali. Dan hari ini adalah yang ke-10," kata Suyono, anak angkat Mbah Pani.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini