Pria kelahiran 23 Mei 1944, yang dikenal dengan nama panggilan Aki Dadan, itu ialah maestro seni mamaos atau dikenal sebutan seni tembang Sunda khas Cianjuran. Nama Aki Dadan tidak asing lagi bagi para pelaku seni musik tradisional Cianjuran.
Namun kondisi ekonomi dan kehidupan Aki Dadan tidak sebanding dengan nama besarnya itu. Padahal, di tangan Aki Dadan, mamaos pernah dikenal secara luas dan mencapai puncak kejayaan pada 1960-an hingga 1980-an.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang rumah tinggal saja sudah mau roboh, mau rehab nggak ada uangnya. Akhirnya saya memilih tinggal di salah satu ruangan di gedung Lembaga Seni Cianjur (LKC)," tutur Aki Dadan kepada detikcom, Rabu (11/9/2019).
Rumah ditinggali Aki Dadan ialah rumah warisan. Bagian depan rumah pun tampak temboknya sudah retak lantaran dampak gempa yang terjadi beberapa waktu lalu. Sedangkan pada bagian belakang, atap yang hanya disangga oleh batang bambu hampir ambruk.
Hunian kurang layak itu ditempati empat keluarga, yang merupakan keponakan dan cucu Aki Dadan. "Rumah sempat diperbaiki dari bantuan Yayasan Pasundan dan pejabat pemerintah Cianjur pada 2008. Setelah itu belum ada lagi bantuan," kata Aki Dadan.
"Aki mah malu untuk minta bantuan, apalagi ke pemerintah. Kalau memang mau ada bantu Aki, ya terima kasih, karena telah peduli ke Aki dan keluarga," tuturnya.
![]() |
"Sering ada yang ke sini untuk belajar. Makanya Aki mah di sini saja. Ditambah kan kalau di sana juga bisa dilihat sendiri kondisinya. Di sini juga jadi tidak kagok Aki mengajar, supaya mamaos Cianjuran ini tetap bertahan dan tidak dilupakan," ujar Aki Dadan. (sya/bbn)