Ada dua sambungan Wi-Fi terdeteksi, keduanya menggunakan huruf besar. Koneksi pertama dinamai DTP 1 dan yang kedua DTP 2. Menurut Samsul, layanan yang kedua biasanya bebas digunakan, meskipun sandi kerap diubah oleh pihak Desa Sirnarasa, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi.
"DTP 1 tidak bebas, DTP 2 kan anu (yang) bebas teh, cuma harus pakai kata sandi. Kemarin saya punya sandinya, namun sepertinya diubah (lagi)," kata Samsul, warga setempat, kepada detikcom beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tadi saya dengar warga di sini harus lari ke tempat yang lebih tinggi hanya untuk memperoleh layanan internet. Sekarang tidak usah, di kantor desa tersedia layanan internet Wi-Fi gratis, silakan digunakan. Kita siapkan layanannya," kata Rudiantara saat itu setelah meresmikan layanan desa digital.
Sayangnya, hampir 5 bulan ini akses internet tidak lagi benar-benar 'gratis' dirasakan warga. Warga harus memiliki kata sandi yang diberikan pihak desa. Setiap saat sandi terus diubah, sehingga warga kesulitan mengakses layanan tersebut.
"Saya niatnya mau nanyain soal pekerjaan, tapi nggak masuk. Kalau warga pakai internet beragam, ada yang buat YouTube, Facebook, dan telepon gratis melalui WhatsApp," tutur Samsul.
Samsul menyebut pernah diberi bocoran soal sandi untuk masuk ke jaringan Wi-Fi DTP 1. Saat itu seorang pegawai di desa memberikan kata sandi. Namun akses itu sudah tidak bisa lagi ia gunakan karena mungkin sandi sudah diubah.
"Kemarin sudah masuk (koneksi) sekarang nggak masuk lagi, berarti (sandi) di ganti. DTP 1 pernah masuk karena diberi sandinya. Katanya Wi-Fi bebas untuk masyarakat, tapi password diganti-ganti," keluhnya.
![]() |
Samsul menyadari konektivitas berbasis satelit yang diterapkan di desanya terbatas karena beban yang tinggi. Banyaknya pengguna dan terbatasnya kecepatan membuat pihak desa terpaksa membatasi penggunaannya.
"Wi-Fi memang berguna, kalau bisa masuk jaringan internet, komunikasi dengan yang jauh bisa lewat WhatsApp. Seperti sekarang mau nelepon urusan kerja, sinyal nggak ada dan nggak masuk Wi-Fi-nya. Kecepatan nggak benar-benar tinggi, kalau banyak yang pakai, (jaringan) lemot," ujarnya.
Senada dengan Samsul, Ratih, warga lainnya, mengeluhkan lemot-nya jaringan dan kata sandi yang diubah. Selain itu, menurutnya, jaringan Wi-Fi hanya aktif ketika jam masuk kantor desa. Selepas itu, jaringan menghilang.
"Hese lila (susah dan lama) mau mengaktifkan teh, kalau masuk lemot. Dipakai 10 orang juga lemot. Sekarang sudah tidak dibebaskan, ganti-ganti kata sandinya. Desa kerja, baru internet aktif. Kalau hari libur, (internet) nggak aktif. Hanya yang punya sandi yang bisa Wi-Fi. Kalau mau Wi-Fi juga HP dibawa dulu sama orang desa, kita nggak dikasih tahu sandinya," tuturnya.
Konektivitas internet di Desa Sirnarasa menggunakan satelit, sebuah parabola berukuran kecil kokoh berdiri di depan halaman kantor desa. Di piringan parabola masih terlihat jelas tulisan BAKTI dan DTP, yang merupakan kependekan dari PT Dwi Tunggal Putra, selaku penyedia layanan.
(sya/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini