"Misalnya ada satu masyarakat dulunya punya hukum adat seperti ini tapi tidak pernah dijalankan, tak pernah dipraktikkan, lalu karena ada RKUHP, mereka menghidupkan. Nah, itu nggak bisa. Jadi ya memang selama ini dipraktikkan, yang selama ini dijalankan oleh masyarakat adat setempat," kata Nasir kepada wartawan, Jumat (30/8/2019).
Selanjutnya, dijelaskan Nasir, hukum adat itu nantimya akan ditindaklanjuti dalam peraturan daerah (perda). Nasir menyebut dibutuhkan biaya besar untuk penelitian terkait hukum adat yang tengah berjalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hasil penelitian itulah yang kemudian dijadikan salah satu dasar untuk membentuk peraturan daerah tentang hukum adat di daerah itu, lalu dikompilasi," imbuhnya.
Namun demikian, Nasir menyatakan jika nantinya penegakan hukum adat tetap dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan. Politikus PKS itu menyebut perlu ada pembicaraan lebih lanjut agar tak ada tumpang tindih penegakan hukum antara aparat dengan masyarakat adat.
"Tapi memang dalam menegakkan hukum adat itu tetap dilakukan oleh polisi dan jaksa, bukan masyarakat adat. Ini jga jadi persoalan karena ada beberapa daerah yang mereka sudah memiliki hukum adat, bahkan sudah punya peradilan adat. Nah, makanya ini harus diatur, makanya ini belum selesai, akan dibicarakan lagi," jelasnya.
Nasir meminta agar pemerintah memperjelas tugas polisi dan jaksa dalam penegakan hukum adat. Pasalnya, kata Nasir, sejumlah tempat di Indonesia sudah memiliki peradilan adat.
"Nah makanya ini yang harus di-clear-kan, karena pemerintah masih berargumen bahwa yang menegakkan hukum adat itu adalah polisi dan jaksa, bukan masyarakat adat. Sementara di beberapa tempat sudah ada peradilan adat yang dilakukan oleh masyarakat adat, termasuk pencurian, pemukulan, pencemaran nama baik. Makanya kita minta sama pemerintah supaya ini harus clear juga karena nanti masyarakat adat itu menolak karena mereka selama ini sudah punya peradilan adat," ucapnya.
Meski belum disepakati, kata Nasir, pasal hukum adat akan tetap masuk dalam RUU KUHP. Menurutnya, hal itu untuk mengakomodir hukum adat di masyarakat.
"Iya tetap (masuk dalam RUU KUHP), karena memang kita ingin menghargai hukum-hukum yang masih hidup di bumi Nusantara ini. Jadi kita tidak hanya mengedepankan aspek legalitas semata, tapi juga mengakomodir hukum-hukum adat yang hidup di tengah masyarakat," tutur Nasir.
Lebih lanjut, Nasir juga meminta pemerintah bertemu langsung dengan masyarakat adat usai RUU KUHP disahkan. Hal itu dilakukan untuk memperjelas posisi polisi dan jaksa dalam penegakan hukum adat.
"Jadi ya nanti bagaimana polisi dan jaksa, apakah mereka juga nanti harus.. karena banyak jaksa, polisi, juga nggak paham soal hukum adat, mereka kan selama ini aspek legalitas terus. Ini juga harus di-clear-kan. Makanya diharapkan pemerintah harus lakukan pertemuan dengan masyarakat adat setelah UU ini jadi. Jadi tidak serta merta living law ini bisa langsung jadi dasar pemidanaan ya," pungkasnya.
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini