"Tadi memang nyentil trigger mechanism. UU jelas menyebutkan peran trigger pemberantasan (korupsi) sudah ada, counter partner kejaksaan dan kepolisian, tapi ini lemah. (Perlu) penguatan dulu, maka saya tulis lemahnya koordinasi dan supervisi," kata Nawawi dalam tes wawancara dan uji publik di gedung Setneg, Jalan Veteran III, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).
Nawawi mencontohkan penanganan kasus yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) terkait oknum jaksa. Dia menegaskan KPK memang berwenang menangani kasus korupsi oknum penegak hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemarin ada dua jaksa tertangkap diserahkan Kejagung, ini kan bukan (soal) itu. Itu momen dia, kalau sudah ditangkap bagianmu. Memang domain KPK perkara kejahatan yang dilakukan aparat penegak hukum," sambungnya.
Sementara itu, soal praperadilan kasus korupsi, Nawawi menyayangkan bila KPK kalah dalam gugatan praperadilan. Karena itu, KPK harus memastikan penanganan kasus sesuai dengan prosedur yang dimiliki KPK.
"Sampai saat ini, Bu, ada kurang-lebih 5 praperadilan perkara di KPK (kalah), tidak perlu saya sebutkan. Ini sebenarnya tamparan keras di luar keputusan MA kasasi SAT (Syarifuddin Arsyad Temenggung). Praperadilan dikabulkan ini tamparan keras bagi pemberantasan korupsi. Mereka tidak hati-hati dalam penetapan tersangka, mengingat tidak mungkin dikeluarkan SP3, kalau tidak boleh keluarkan SP3 terus tidak teledor di penetapan tersangka, (karena) ini sangat berisiko," imbuh Nawawi.
ICW Pertanyaan Capim KPK soal LHKPN:
(fdn/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini