"Di periode 2014-2019, sampai dengan 15 Agustus 2019, kerjasama legislasi DPR RI dengan pemerintah menghasilkan 77 undang-undang. Terdapat penambahan satu RUU yang berhasil diselesaikan pada 20 Agustus lalu, yaitu RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2018. Beberapa RUU juga sudah berhasil diselesaikan pembahasannya dan tinggal menunggu penjadwalan untuk pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna mendatang," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulis, Selasa (27/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bamsoet menjelaskan DPR dan pemerintah sepakat untuk merubah paradigma legislasi yang tak hanya fokus pada kuantitas tapi juga kualitas. Menurut Bamsoet, anggapan kinerja DPR jeblok lantaran jumlah RUU yang diselesaikan sedikit tidak tepat.
"Pada Pidato Kenegaraan 16 Agustus di Gedung Nusantara DPR RI, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa ukuran kinerja pembuat peraturan perundang-undangan bukan diukur dari seberapa banyak peraturan perundang-undangan yang dibuat, tetapi sejauh mana kepentingan rakyat, kepentingan negara dan bangsa bisa dilindungi. DPR RI sangat sepakat, sehingga di periode 2019-2024, perlu tetap kita tunjukkan bahwa undang undang yang dibentuk ditujukan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat, bangsa dan negara," papar Bamsoet.
Bamsoet yang juga Kepala Badan Bela Negara FKPPI itu mengatakan anggota DPR mendatang tidak boleh sekadar memberikan persetujuan terhadap RUU APBN yang diajukan pemerintah. Seluruh indikator harus dibahas secara cermat dan seksama.
"Hasil pembahasan tersebut adalah range besaran asumsi dasar ekonomi makro R-APBN, seperti pertumbuhan ekonomi (PDB), nilai tukar, tingkat suku bunga SPN, harga minyak, lifting minyak dan gas bumi. Selanjutnya juga dibahas mengenai tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, dan Indeks Pembangunan Manusia. Di dalam pengambilan keputusan mengenai RUU APBN-pun, DPR RI tidak sekedar setuju, melainkan juga memberikan catatan-catatan kritis atas persetujuannya," papar Bamsoet.
Terkait fungsi pengawasaan, Dewan Pakar KAHMI ini mengatakan DPR telah menelurkan sejumlah rekomendasi namun tak ditindaklanjuti oleh pemerintah. Karena itu, dia mendorong perbaikan mekanisme agar fungsi pengawasan DPR terlaksana secara efektif.
"Pelaksanaan rapat-rapat di DPR RI juga menghadapi kendala. Terdapat banyak agenda rapat yang harus dihadiri oleh anggota DPR RI, baik rapat dalam pelaksanaan fungsi pengawasan, maupun fungsi-fungsi lainnya. Tidak jarang juga jadwal rapat yang harus dihadiri bersamaan waktunya sehingga anggota DPR kurang fokus dalam mengikuti suatu pembahasan dalam rapat. Belum lagi adanya berbagai jenis kunjungan kerja. Dalam hal ini, DPR perlu menciptakan sistem yang memungkinkan pengaturan jadwal dan mekanisme rapat agar tidak tumpang tindih dan efektif," jelas Bamsoet.
Selain itu, Bamsoet mengatakan DPR periode 2019-2024 akan dituntut untuk mewujudkan demokrasi yang substansial. Demokrasi menurut Bamsoet harus dimaknai sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
"Sinisme dan rendahnya kepercayaan publik masih akan menjadi tantangan bagi DPR RI ke depan. Melalui DPR RI yang modern dan terbuka, kita akan terus berupaya menjawab kritikan tersebut dengan menyajikan informasi-informasi positif mengenai apa yang telah dilakukan oleh DPR RI. Ke depan, DPR RI perlu menjaga marwah dan kewibawaannya, serta memiliki kemandirian sebagaimana yang selalu diperjuangkan DPR RI saat ini," pungkas Bamsoet. (*)
Curhat Bamsoet yang Khawatir Jika DPR Diisi Orang Berkantong Tebal:
(knv/abw)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini