"Jadi saya kira pansel yang paling politis ya pansel yang sekarang ini, pansel yang di dalam pikirannya itu sudah banyak berkecamuk kepentingan-kepentingan," kata Fahri kepada wartawan di gedung PR, Senayan, Jakarta, Senin (26/82019).
Menurut Fahri, KPK juga membiarkan dirinya menjadi bahan untuk dipolitisasi. Fahri juga menilai bukan hanya pansel yang berpolitik tapi para capim serta KPK itu sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: WP KPK Berharap Pada Jokowi soal Capim |
"Jadi panselnya berpolitik, KPK-nya berpolitik, calon-calon ini juga berpolitik, kemudian sponsor-sponsor ini juga berpolitik. Jadi ini yang KPK nggak sadar," jelasnya.
"Jadi begitu dia memposisikan dirinya politis, bukan murni sebagai penegak hukum, maka situasi seperti ini akan terjadi. Ini sudah saya prediksi belasan tahun lalu," imbuh Fahri.
Fahri menilai ada satu penyebab yang membuat KPK terjebak kepentingan politik. Penyebab yang dimaksud Fahri yakni penegakan hukum yang dilakukan KPK tak terintegrasi dengan peradilan pidana.
"KPK itu mengintegrasikan dirinya dengan sistem peradilan pidana, itu yang dia tidak lakukan. Dia menciptakan sistem sendiri yang efektif menurut dia dari hulu sampai hilir," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, kritik terhadap Pansel Capim KPK datang dari Koalisi Masyarakat Sipil. Mereka menyebut tiga anggota pansel yakni Indriyanto Seno Adji, Hendardi, dan Yenti Garnasih, yang diduga terjebak konflik kepentingan.
"Yang pertama adalah Bapak Indriyanto Seno Adji dan Bapak Hendardi, dan dalam sebuah pernyataan kepada publik yang sudah tersiar, Bapak Hendardi mengakui bahwa dia adalah penasihat ahli di Kepala Kepolisian RI, bersama dengan Bapak Indriyanto Seno Adji, dan kedua-duanya adalah anggota Pansel," kata Ketua YLBHI Asfinawati di LBH Jakarta, Jl Pangeran Diponegoro, Jakarta Pusat, Minggu (25/8).
"Sedangkan Ibu Yenti Garnasih, yang juga merupakan ketua pansel, tercatat dalam jejak digital juga adalah tenaga ahli Bareskrim dan Kalemdikpol, setidak-tidaknya pada tahun 2018. Dan tentu saja hal ini perlu ditelusuri oleh presiden dan oleh anggota pansel yang lain. Karena kalau ini dibiarkan, tidak hanya cacat secara moral, tapi juga cacat secara hukum," imbuhnya.
Namun, Yenti telah membantah pernah menjabat sebagai tenaga ahli di Bareskrim Polri. Dia mengaku hanya sebagai pengajar.
"Saya tidak pernah jadi tenaga ahli. Hanya pengajar di program-program pendidikan, baik di polri, kejaksaan, pajak, bea cukai untuk TPPU-nya," kata Yenti kepada wartawan.
Simak juga video Rekam Jejak Capim KPK Banyak yang Buruk:
(zak/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini