"Kalau bicara soal efisiensi, jelas pengadaan pin emas itu merupakan sebuah praktik yang tidak efisien. Dikatakan tidak efisien karena fungsi pin itu sendiri hanyalah sebagai atribut pengenal bahwa yang mencantolkan pin tersebut di bajunya adalah seorang anggota DPR/DPRD," kata peneliti Formappi Lucius Karus kepada wartawan, Sabtu (24/8/2019).
Lucius menilai pembuatan pin berbahan emas adalah sebuah pemborosan. Menurutnya, anggota Dewan tidak butuh 'tanda pengenal' agar dikenali oleh rakyatnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Pin Emas Jadi-jadian ala Habiburokhman |
"Pembuatan pin berbahan dasar emas jelas sebuah pemborosan karena dengan emas atau bukan, pin itu tetap tak lebih dari sekadar atribut semata. Bertambah tidak relevan penggunaan pin emas itu karena sebagai wakil rakyat, mestinya tanda khusus agar dikenal itu juga tak perlu. Karena mestinya sebagai wakil rakyat, mereka sudah dikenal oleh rakyat," ujarnya.
DPR, kata Lucius, adalah lembaga fungsional, dan karenanya semua yang terkait dengan anggota dewan harus dilihat dari fungsi tertentu. Ia mempertanyakan apakah pin itu berfungsi dalam relasi wakil rakyat dan konstituennya.
"Karenanya, bicara soal urgensi pin ini tentu saja jawabannya tidak. Kalau DPR/DPRD ngotot, artinya mereka memang ragu dengan perannya sebagai wakil rakyat. Atau sangat mungkin ia sangat terobsesi melihat kursi wakil rakyat itu sebagai suatu tahta kekuasaan yang harus didandani dengan mewah, nggak peduli ada atau tidak kegunaannya," tegasnya.
Lebih lanjut, Lucius mengatakan pembicaraan barang-barang 'aneh' untuk aksesoris anggota DPR/DPRD setiap awal periode memang rutin terjadi. Lucius prihatin karena wakil rakyat justru lebih fokus pada fasilitas apa yang akan mereka akan peroleh, bukan pada apa yang akan mereka berikan kepada negara atau daerah melalui jabatannya.
"Ini persoalan umum wakil rakyat kita yang memang masih jauh dari harapan sebagaimana wakil rakyat sesungguhnya. Wakil rakyat kita memang segera lupa dengan rakyat yang diwakili begitu sudah mendapatkan suara signifikan dari rakyat yang membawanya ke parlemen. Kondisi lupa ini akan terus dirawat sepanjang periode sampai pemilu berikutnya akan digelar," ungkap Lucius.
"Soal pin ini, pembelaan dari wakil rakyat biasanya mengatakan bahwa itu hak mereka. Bukan soal itu hak atau bukan. Yang kita persoalkan kenapa untuk hak seperti itu mereka harus mengabaikan pertanyaan soal fungsi, soal efisiensi, soal kegunaan. Ngapain bela-belain sesuatu hanya karena Anda berhak untuk itu, tetapi di saat yang bersamaan, lupa hak rakyat untuk menuntut kerja dari wakil rakyatnya?" pungkasnya.
Simak Video "PSI Tolak Pin Emas untuk DPRD Jakarta"
(azr/mae)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini