"Pemadaman itu di tempat saya berjalan 18 jam, dari jam setengah 12 sampai jam 5 pagi dini hari baru kembali aktif listriknya. Itu menimbulkan kerugian bagi saya karena saya memiliki binatang peliharaan ikan koi ada 43 ekor yang mati," kata JJ Rizal di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2019).
Meski ada 43 ekor ikan koi yang mati, dia hanya mendaftarkan gugatan ganti rugi untuk 26 ekor. Ia menyebut PLN melanggar ketentuan UU Ketenagakerjaan yang mengharuskan memberikan pasokan secara terus-menerus terhadap konsumen.
"Di gugatan ini saya hanya mendaftarkan 26 karena menurut saya ini bukan sekadar persoalan hewan peliharaan saya yang mati, tapi bagaimana kita selaku WNI agar PLN lebih serius menjalankan UU Ketenagalistrikan Nomor 30/2009 Pasal 29 ayat 1 dan 2 terkait memberikan pasokan terus-menerus kepada konsumen," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau saya karena koi kampung memang saya pelihara dari ukuran 15 cm atau 25 cm sampai 40 cm, bahkan ada yang 80 cm, dalam jangka waktu 4-9 tahun kira-kira bisa 6 tahunlah semua itu sudah besar-besar dan harganya nggak cukup tinggi, berkisar Rp 400-500 ribu," ujarnya.
Selain JJ Rizal, ada dua penggugat lain yang turut mendaftarkan gugatan kepada PLN karena dirugikan lantaran ikan koinya mati.
"Gugatan ini ada tiga orang, JJ Rizal dan dua orang lainnya. Total kerugian sekitar Rp 50 juta. Karena memang beda-beda ada yang koinya 20 sekian banyak lagi dan jenisnya beda-beda. Serta menuntut kerugian imateriil masing-masing Rp 50 juta, jadi total 150 juta dan ditambah Rp 50 juta jadi Rp 200 jutaan. Itu yang kami ajukan kepada PLN gugatan perbuatan melawan hukum," kata kuasa hukum David Tobing. (yld/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini