"Jadi korban (tewas) total itu ada 182. Kemudian 1 diduga masih hidup, itu yang sedang disandera dan sedang diduga disandera militer. Itu anak kecil umur 1 tahun atas nama Raina Nirigi ditahan di Pos Mugi, itu tidak kita masukan ke dalam meninggal tapi masih hidup," kata Koordinator Tim Kemanusiaan Nduga, Theo Hesegem saat jumpa pers, di Kantor Amnesty Internasional Indonesia, di Jalan Probolinggo, Menteng, Rabu (14/8/2019).
Tim yang dibentuk Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Nduga ini mengatakan akan mengecek langsung kondisi anak yang disandera tersebut. Anak tersebut disandera pasukan TNI di Pos Mugi saat ibunya mencari ubi di kebun dan tiba-tiba anggota TNI menembak sang ibu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terkait anak itu kita sudah diskusi, sudah bicara dengan Pak Danrem Papua, kita bicara bahwa anak ini akan kami cek. Pak Danrem sangat setuju dan nanti kita bekerja sama dan yang masuk ke sana hanya gereja, wartawan, pemerhati HAM. TNI Polri tidak akan ikut, nanti akan sangat sulit. Itu sudah ada kesepakatan antara kami dan Danrem Papua. Itu kita rasa penting," ujar Theo.
Rencananya, sepulangnya dari Jakarta, tim akan mendesak Danrem dan Bupati Nduga untuk mengecek kondisi anak yang disandera. Theo mengaku sudah ada kesepakatan antara tim dan Danrem Nduga.
"Sehingga kemungkinan pulang dari sini kita akan mendesak Pak Danrem, Pak Bupati, untuk kita bisa melakukan beberapa tempat yang akan kami turun. Itu kesepakatan sudah ada, Pak Danrem sendiri sudah bertanya kepada terkait dengan anak yang disandera, tapi anggota belum memberikan kepastian dan oleh lapangan ke Pak Danrem sendiri menyampaikan seperti itu," ucapnya.
Dalam laporan Tim Kemanusiaan Nduga mencatat ada sekitar 45 ribu lebih warga Nduga yang mengungsi selama konflik terjadi. Para pengungsing tersebar di Distrik Mapenduma, Mugi, Jigi, Yal, Mbulmu Yalma, Kagayem, Nirkuri, Inikgal, Mbua, dan Dal.
Sementara itu, untuk 182 warga yang meninggal terdiri dari perempuan dewasa 21 orang, laki-laki dewasa 69 orang, anak perempuan 21 orang, anak laki-laki 20 orang, balita perempuan 14 orang, balita laki-laki 12 orang, bayi laki-laki 8 orang dan bayi perempuan 17 orang.
Ditemui usai jumpa pers, Tim Kemanusian Nduga meminta kepada pemerintah untuk menarik pasukan TNI/Polri dari Nduga. Tim menunggu respons pemerintah untuk menarik pasukan dari Nduga.
"Pemerintah sudah sampaikan penarikan pasukan karena mereka tahu ada di lapangan melihat kondisi yang sebenarnya sehingga mereka minta untuk penarikan pasukan, tapi apakah ini akan direspon oleh pemerintah pusat dalam hal ini oleh Bapak Presiden mau menarik pasukan atau tidak Ini semua kembali kepada Presiden," imbuh Theo.
Dihubungi terpisah, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Sisriadi menepis kebenaran dari materi yang disampaikan Tim Kemanusiaan Nduga tersebut. Yang dilakukan TNI justru mendukung pembangunan demi warga Nduga, bukan menyengsarakan warga Nduga dan menimbulkan korban jiwa.
"Tidak benar. Itu (keterangan Tim Kemanusiaan Nduga) kebohongan dan bagian dari propaganda. Kita mengeluarkan anggaran besar untuk membangun, kita kirim prajurit untuk membangun di sana, bodoh sekali kalau kita melakukan itu (membunuh orang-orang)," kata Sisriadi.
Menurutnya, semua yang terlibat dalam Tim Kemanusiaan Nduga yang menggelar jumpa pers itu sama satu kubu, termasuk pihak Pemda Kabupaten Nduga. Dia mengungkit bahwa Bupati Nduga sekarang adalah orang yang juga terlibat peristiwa Mapenduma pada 1996 silam, saat Prabowo Subianto menjadi Komandan Jenderal Kopassus.
Kini mereka berada dalam satu kubu dan menamakan diri Tim Kemanusiaan Nduga. Mereka menyebarkan isu tidak benar soal TNI yang menimbulkan ratusan korban jiwa di konflik Nduga.
"Itu bagian dari propaganda besar. Tujuannya apa? Mereka minta TNI pergi. Sekali TNI keluar satu langkah dari Papua maka merdeka dia. Sejak era Bu Megawati Presiden sudah ngomong begitu, 'Sekali saya narik TNI satu langkah, Papua jadi negara sendiri dia.' Jadi permintaan mereka tidak perlu ditanggapi," kata Sisriadi. (dnu/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini