"Jangan semua dibuat bayang-bayang takut. Nggak ada risiko itu. Semua berdasarkan kesepakatan politik, selagi semua mengacu pada cita-cita kemerdekaan kenapa mesti takut? Bernegara jangan takut dong," kata Sekjen NasDem Johnny G Plate kepada wartawan, Rabu (14/8/2019).
Menurut Johnny, selagi amendemen UUD 1945 dilakukan berdasarkan konsensus politik, maka tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Dia mengatakan amendemen UUD 1945 dapat dilakukan untuk memastikan tercapainya cita-cita kemerdekaan bangsa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, dia menegaskan NasDem mendukung amendemen UUD 1945 jika hal tersebut demi mengakomodasi cita-cita bangsa itu. Johnny pun meminta ada evaluasi dan kajian mendalam sebelum dilakukan amendemen UUD 1945.
"Kita sudah melakukan amendemen empat kali setelah reformasi. Nah, sekarang jika mau melakukan amendemen terhadap UUD, maka harus dikaji secara komprehensif terkait evaluasi menyeluruh arah negara dan kehidupan berbangsa," sebut Johnny.
"Apakah empat kali amendemen ini telah memungkinkan negara berjalan menuju cita-cita kemerdekaan. Apa saja manfaat dan hambatan penyelenggaraan negara selama 20 tahun reformasi? Lalu tantangan ke depan kita dalam geopolitik di dalam negeri maupun global apa saja yang memungkinkan kalau kita melakukan amendemen UUD kita bergerak ke arah cita-cita kemerdekaan. Bukan amendemen sekadar kepentingan jangka pendek dan pragmatis," tegasnya.
Sebelumnya, Wapres Jusuf Kalla bicara soal risiko yang terjadi terkait wacana amendemen UUD 1945. Salah satu risikonya, kata JK, bisa saja Presiden kembali dipilih MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
"Itu rumit lagi, berisiko. Banyak perubahan yang rakyat belum tentu setuju. Contoh, presiden dipilih MPR karena lembaga tertinggi. Maka dia berhak memilik presiden. Kalau gitu lain lagi soal," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (13/8).
Wacana amendemen terbatas UUD 1945 ini sebenarnya sudah muncul pada MPR periode 2014-2019. MPR bahkan telah membentuk dan mengesahkan panitia ad hoc yang bertugas menyiapkan materi penyempurnaan sistem ketatanegaraan Indonesia pada Agustus 2018. Salah satu tugasnya adalah menyusun soal rencana pembentukan kembali pembangunan model Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Belakangan Ketua MPR Zulkifli Hasan menyatakan panitia ad hoc tidak mungkin menyelesaikan tugasnya karena terbentur dengan agenda politik di 2019. Namun, ia menyebut panitia ad hoc akan menyelesaikan sejumlah rekomendasi sebagai acuan amendemen terbatas UUD 1945 di periode mendatang. Rekomendasi tersebut akan dibawa ke sidang paripurna akhir masa jabatan MPR pada 27 September 2019.
"Seiring berjalannya waktu, kesibukan pemilu dan yang lain-lain, saya juga tidak bisa menyampaikan alasan lengkapnya kepada kawan-kawan, sekarang sisa waktu tinggal 2 bulan. Dalam aturan tidak memungkinkan ada amendemen," kata Zulkifli di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/7).
"Inilah nanti yang akan dibawa ke paripurna akhir masa jabatan 27 September. Jadi karyanya MPR sekarang ini pokok-pokok pikiran perlunya amendemen terbatas, ada bukunya, ada hasil karyanya ini," imbuh dia.
Seberapa Penting Amandemen Konstitusi?:
(tsa/tsa)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini