Teman saya satu kampus di S1 dulu menuliskan kalimat di atas dalam grup alumni angkatan kami tadi pagi, sesaat setelah mendapatkan kabar KH Maimun Zubair wafat. Mbah Moen, begitu kita biasa mengenalnya, mengembuskan napas terakhir di RS An-Noor, Mekah, pukul 04.17 tadi waktu setempat. Kembali ke tanggapan kawan saya, rasanya Mbah Moen memang lebih memilih menyerahkan urusan dunia kepada yang lain. Betul beliau sempat memegang berbagai posisi struktural dan jabatan publik, namun dunia sepertinya bukan urusan utamanya. Meski begitu, pengaruhnya tetap penting terkait urusan-urusan lahiriah. Politik misalnya. Beberapa waktu lalu, menjelang kontes politik nasional, pihak-pihak berpolemik tentang klaim doanya.
Dalam perjalanan haji kali ini, saya serombongan dengan beberapa tokoh penting nasional. Tak pelak, kepergian kiai lembut hati ini menjadi bahan diskusi kami. Sekjen MUI sekaligus salah satu Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan Mbah Moen adalah orang besar. Kedudukannya di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) seperti tak tergantikan karena ilmu dan karisma yang tinggi. Bagi Anwar, mangkatnya Mbah Moen di Makkatul Mukarromah adalah jawaban Allah atas doa beliau sendiri, yang menginginkan meninggal pada hari Selasa seperti yang dialami oleh bapak dan kakek beliau sendiri di Tanah Suci saat menunaikan ibadah haji.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lain lagi dengan Toni Rosyid, dosen UIN Jakarta dan Ketua Forum Alumni Santri Sarang se-Jabodetabek. Toni adalah santri Mbah Moen di Al-Anwar, Sarang, Rembang. Meski sebagai santri merasa sedih atas wafatnya kiai yang dihormati, Toni mengatakan kemalangan ini sarat akan keindahan. Karena terjadi di tempat dan waktu yang tepat. Ia mengatakan para santri juga ikhlas melepas sang guru dan berharap bangsa ini memberikan penghargaan atas jasa serta kontribusi Mbah Moen.
Mbah Moen itu, menurut Toni, sosok yang alim. Pengetahuannya luas. Tidak hanya menguasai literasi klasik atau kitab-kitab kuning, tapi juga mampu menjelaskan situasi kekinian berbasis pada realitas sejarah masa lalu yang beliau ketahui dan kuasai. Berbasis literasi sejarah yang begitu kuat, beliau sering tepat dalam memprediksi peristiwa sosial yang akan terjadi. Inilah yang dalam ilmu sosial disebut dengan hukum sejarah. Beliau menamainya dengan istilah 'ilmu titen'.
Baca juga: Pelayat Mbah Moen Antre dan Berjubel |
Bagi Toni, ciri Mbah Moen yang paling menonjol adalah selalu bersahaja dalam sikap dan berkomunikasi dengan semua pihak. Termasuk kaum santri, abangan, ataupun para pejabat. Bersama beliau, semua pihak merasa nyaman.
Saya tidak pernah berkenalan langsung dengan Mbah Moen. Namun sebagai wartawan yang kerap menulis isu politik nasional, namanya memberikan kesan yang sangat lekat di benak. Mbah Moen patut jadi teladan bagi para politikus dan tokoh bangsa kontemporer. Pesan sentralnya, tanpa polemik, cakar-cakaran, fitnah, dan dusta, masalah dapat diselesaikan dengan damai tanpa intensi untuk mencundangi lawan. Politik dapat dijalankan dengan sejuk dan tawaduk. Selamat jalan, Kiai. Allaahummaghfirlahu warhamhu wa'aafihii wa'fu anhu. (fjp/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini