Kasus bermula saat Suara USU menerbitkan cerpen berjudul 'Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku di Dekatnya' yang ditulis Yael Stefani Sinaga. Cerpen ini diterbitkan di website mereka, suarausu.co pada 12 Maret 2019. Berikut petikan pembuka cerpen tersebut:
Harus bagaimana aku baru disebut manusia? Melentang, merayap, atau merunduk?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aku tertunduk di tengah-tengah mereka. Bahkan sudah tak tahu berapa banyak ludah dari mulut mereka mendarat di badanku. Kurasakan alirannya lambat. Menetes dari atas ke bawah. Terpikirkan saat itu bahwa akan ada malaikat pelindung baik bersayap dan tidak bersayap menolongku.
Cerpen ini membuat panas mata Runtung Sitepu. Ia kemudian membekukan kepengurusan Persma tersebut.
"Di mana beberapa konten yang dipublikasikan oleh Suara USU tersebut mengandung unsur pornografi, yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam bingkai kebinekaan sebagai salah satu nilai dalam BINTANG, yang diamanahkan kepada saya sebagai Rektor USU untuk dijunjung tinggi di USU," kata Rektor USU Runtung Sitepu kala itu.
![]() |
Yang dia maksudkan dengan BINTANG adalah nilai yang dianut USU yaitu Bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dalam bingkai kebhinnekaan; Inovatif yang Berintregitas; Tangguh dan Arif.
Buntutnya, Runtung Sitepu menerbitkan Surat Keputusan (SK) Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Nomor 1319/UN5.1.R/SK/KMS/2019. Isinya, Runtung Sitepu memecat 18 Anggota Persma Suara USU. Tidak terima, redaksi Persma USU menggugat hal itu ke PTUN Medan.
"Kami akan perjuangkan hingga SK kami kembali melalui PTUN," kata Pemred Suara USU, Yael Stefani Sinaga kepada wartawan, Selasa (6/8/2019).
Bagi Yael dkk, SK itu menjadi tanda loceng kebebasan pers di lingkungan kampus. Selain itu, Rektor USU tidak memberi ruang bagi anggota Suara USU untuk menyampaikan pendapatnya mengenai suatu hal di kampus.
"Dalam kasus ini pendapat tentang tindakan diskriminasi terhadap kelompok minoritas LGBT," ujar Yael.
Ketiga, tindakan Rektor dinilai telah melanggar kebebasan berkumpul dan berserikat. Ditambah dengan tidak menghargai hak asasi manusia bagi minoritas LGBT. Oleh sebab itu, Yael mengatakan akan terus mempertahankan sekretariat dan melawan kebijakan Rektor USU yang membunuh kreativitas anggota Persma Suara USU.
"Rektorat tidak memberikan ruang bagi mereka yang ingin menyampaikan pendapat mengenai setuju atau tidak setuju terhadap LGBT," pungkas Yael.
Tonton juga video Dosen USU Tersangka Hoax, Fadli: Kebebasan Berpendapat Diberangus:
(asp/rvk)