Dilansir dari Jurnal Kurva S Volume 1 No 1, Universitas 17 Agustus 1945 (Untag), Samarinda, yang diakses detikcom pada Sabtu (3/8/2019), Singgih Wisnu Prabowo dkk menjelaskan sistem dilatasi berfungsi untuk mengurangi bahaya keruntuhan akibat terjadinya penurunan tanah dan gempa.
"Dengan adanya dilatasi, kemungkinan jatuhnya korban akibat keruntuhan bangunan dapat dikurangi," tulis Singgih dkk dalam penelitiannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilatasi dalam artian umum adalah pengembangan (pemuaian) suatu ruangan, rongga, dan sebagainya. Dalam arsitektur, dilatasi adalah sebuah pemisahan bagian bangunan. Pemisahan itu tentu memerlukan sambungan antarbagian bangunan, menghubungkan dua bagian bangunan yang rendah dan tinggi, bangunan induk dan bangunan sayap, atau bangunan bagian satu dengan bagian lainnya yang lebih lemah.
Pada dasarnya, suatu bangunan yang besar tidak bisa dibangun dalam satu bagian. Soalnya itu bisa berbahaya apabila terjadi penurunan tanah atau gempa. Maka bangunan yang besar itu harus dipisah-pisah menjadi beberapa bagian. Sambungan antarbagian itulah yang dinamakan dilatasi.
Bila terjadi pergerakan, tiap-tiap bangunan yang dipisahkan oleh rongga itu bisa bergerak secara kompak dan kaku. Hasilnya, bangunan tidak roboh ketika mengalami guncangan.
Ada beberapa jenis dilatasi, yang paling umum adalah dilatasi dengan dua kolom. Dilatasi dengan balok kantilever (struktur bangunan yang menonjol keluar) juga bisa diterapkan dengan panjang kantilever maksimal sepertiga dari balok induk. Ada pula dilatasi dengan balok gerber (balok yang ditumpu oleh banyak tumpuan), jenis ini jarang diterapkan karena balok dikhawatirkan akan lepas dan jatuh jika mengalami pergerakan horizontal. Ada lagi, dilatasi dengan konsol yang biasa diterapkan pada bangunan prapabrikasi (rakitan pabrik).
Dalam pembahasan ketahanan bangunan terhadap guncangan, ada istilah 'daktilitas', yakni kemampuan struktur gedung untuk bertahan dari pergerakan yang berulang-ulang dan bolak-balik.
Contoh dilatasi dapat dilihat di dinding salah satu apartemen di Kebagusan, Jakarta Selatan, sebagaimana diberitakan detikcom selepas guncangan gempa M 6,9 pada Jumat (2/8) kemarin. Terlihat ada retakan vertikal. Retakan itu adalah dilatasi bangunan yang sengaja diciptakan supaya bangunan bisa tahan gempa.
![]() |
Bangunan tahan gempa
Dilansir dari Pedoman Teknis Bangunan Tahan Gempa dari situs Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, gedung atau rumah dikatakan tahan gempa apabila memenuhi hal-hal berikut ini:
1. Bila terkena gempa bumi yang lemah, bangunan tersebut tidak mengalami kerusakan sama sekali.
2. Bila terkena gempa bumi sedang, bangunan tersebut boleh rusak pada elemen-elemen non-struktural (retak halus, serpihan, plesteran berjatuhan), tetapi tidak boleh rusak pada elemen-elemen struktur.
3. Bila terkena gempa bumi yang sangat kuat, bangunan tersebut tidak boleh runtuh, baik sebagian maupun seluruhnya. Bangunan tersebut tidak boleh mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Bangunan tersebut boleh mengalami kerusakan tetapi kerusakan yang terjadi harus dapat diperbaiki dengan cepat sehingga dapat berfungsi kembali.
Simak Video "Jejak Kerusakan Akibat Gempa M 6,9 di Pandeglang"
(dnu/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini