Rencana merekrut rektor asing dimaksudkan untuk meningkatkan peringkat PTN agar bisa menembus peringkat 100 besar dunia. Nasir menargetkan, pada 2020 sudah ada PTN yang dipimpin rektor terbaik dari luar negeri dan pada 2024 jumlahnya ditargetkan meningkat menjadi lima PTN.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mempertanyakan apakah M Nasir tidak memiliki konsep membangun PTN yang berkelas dunia. Fahri justru mempertanyakan kerja Nasir selaku Menristekdikti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Ketua Komisi X, komisi yang membidangi pendidikan di DPR, Reni Marlinawati menolak ide rektor asing dari Nasir. Menurutnya, ide itu jalan pintas. Perekrutan rektor asing justru mengusik rasa kebangsaan karena banyak putra-putri Indonesia sendiri yang sesungguhnya mampu menjadi rektor di PTN.
Saat dihubungi via sambungan telepon, Rabu (31/7/2019) malam, M Nasir menjelaskan kepada detikcom perihal isu rektor asing yang menjadi kontroversi itu. Berikut adalah wawancara lengkapnya:
detikcom: Tujuan rektor asing adalah meningkatkan ranking. Apa parameter ranking yang dipakai Kemenristekdikti?
M Nasir: Sementara ada tiga pe-ranking-an dunia. Pertama QS World University Rank. Kedua, dari THE atau Times Higher Education. Yang ketiga, bisa dari Shanghai Jiao Tong University (SJTU). Jadi tiga itu.
Tapi kami konsentrasi pada QS. Ini karena selama ini QS dipakai di Indonesia berkali-kali. Kalau kita menggunakan THE, itu lebih tinggi lagi.
detikcom: Apakah tidak ada orang Indonesia sendiri yang cukup mampu untuk menjadi rektor sehingga harus mendatangkan rektor asing?
M Nasir: Saya mau tanya, rektor mana yang sudah berhasil mengangkat ke kelas dunia? Oleh karena itu, kita selama ini belum bisa men-challenge rektor di Indonesia, belum bisa meningkatkan pe-ranking-an dunia.
![]() |
Kalau kemampuan di dalam masalah akademik mungkin okelah, tetapi dalam network dunia belum tentu punya network, leadership-nya belum tentu di kelas dunia.
Saya pun yang melihat di berbagai rank, contoh di Singapura itu yang namanya Anderson (Bertil Andersson, Presiden NTU 2011-2017) yang pernah jadi Rektor NTU (Nanyang Technological University), dia berhasil mengangkat NTU sekarang menjadi perguruan tinggi yang luar biasa di dunia.
detikcom: Komisi X DPR menolak wacana itu, bagaimana tanggapan Anda?
M Nasir: Ya, menolak bolehlah.
detikcom: Wakil Ketua Komisi X Reni Marlinawati menyatakan itu mengusik rasa kebangsaan
M Nasir: Wong ketuanya saja setuju, Ketua Komisi X setuju. Ya, itu perlu dijelaskan (ke Komisi X) kalau ada permintaan. Kalau tidak ada permintaan, saya anggap mereka sudah paham.
detikcom: Reni Marlinawati memandang wacana rektor asing ini akan bertabrakan dengan berbagai aturan seperti UU 14/2015 tentang Guru dan Dosen dan UU No 12/2012 tentang Perguruan Tinggi, bagaimana Anda menanggapi?
M Nasir: Tidak ada UU yang mengatur itu. UU tidak mengatur rektor. Yang ada peraturan pemerintah.
Oleh karena itu, kami sedang memperbaiki peraturan pemerintahnya. Ada PP Nomor 4 Tahun 2014 (tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi) akan kami cek juga. PP tentang PTN BH (PP Nomor 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum) masing-masing ada 11 PTN BH, akan kita lihat kembali. PP 26 Tahun 2015 kita lihat.
Nanti kita lihat pula turunan dari UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang syaratnya (untuk menjadi dosen) harus bergelar magister. Di sana kan yang dijelaskan dalam undang-undang hanyalah 'perguruan tinggi asing tidak bisa berdiri sendiri', melainkan harus kerja sama dengan perguruan tinggi dalam negeri, tapi itu tidak mengatur soal rektornya.
Makanya perlu kolaborasi. Yang penting itu, apakah nanti jajaran rektornya atau rektoratnya, atau wakil rektornya, atau dekannya, nah ini lagi kita cari formulanya bagaimana supaya tidak resisten di masyarakat, tapi kualitas bisa meningkat.
detikcom: Fahri Hamzah mengkritik, 'Sampeyan kerjaannya Apa?' Bagaimana tanggapan Anda?
M Nasir: Ya biarkanlah. Ya nggak apa-apa. Kalau saya yang penting apa yang diberikan masukan kepada saya itu untuk memperbaiki pendidikan tinggi. Yang penting kan begitu.
Kita itu kalau tidak pernah di-challenge, itu tidak akan bisa bersaing ini, sementara dunia sudah borderless, pendidikan sudah tidak dibatasi negara lagi. Dalam dunia pendidikan tinggi bisa crossborder, sudah tidak ada batas lagi dengan teknologi informasi.
Kita larang di sini untuk kuliah dari asing, tapi mereka sudah melakukan pembelajaran dengan luar negeri. Sudah tidak bisa lagi (dibatasi). Bahkan terjadi distance learning dengan Amerika, distance learning dengan Eropa, distance learning dengan Korea, ini sudah berjalan. Dan saya datang ke Toronto, Kanada, yakni di Waterloo University, itu sudah kerja sama dengan Indonesia juga.
detikcom: Globalisme pendidikan sudah berlangsung lama, demikiankah garis besarnya?
M Nasir: Iya. Kalau tidak mengantisipasi, kita akan ketinggalan. Kita tidak bisa lagi tertutup sekarang, harus terbuka. Tapi empat pilar kebangsaan harus kita jaga. NKRI harga mati harus kita pertahankan, Pancasila sebagai ideologi negara kita pegang, UUD Negara 1945 sebagai dasar negara harus kita pertahankan, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Ini yang harus kita perhatikan.
Kita tidak boleh apriori dan skeptis terhadap perubahan dunia kalau kita ingin menjadi orang global. Kecuali kalau kita tidak ingin menjadi orang global.
detikcom: Pengaruh pasar bebas masuk ke ranah pendidikan?
M Nasir: Ya, sekarang kita sudah di dalam ASEAN Economic Community (AEC) atau MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN), kita sudah free of goods and services. Kita sudah harus bebas barang dan jasa, di dalamnya ada pendidikan tinggi. Itu sejak 2016. Pendidikan ada di dalamnya. Jasa konsultan juga sudah bebas. Apa yang kita batasi?
detikcom: Jadi targetnya 2020 implementasi rektor asing?
M Nasir: Nanti regulasi 2020 sudah selesai. Nanti paling tidak sudah mulai ada proses sejak itu. Nanti setelah 2020, atau kalau bisa cepat pada 2020 lebih bagus. Lebih cepat lebih baik menurut saya.
Menristekdikti Wacanakan Rektor Asing, Fahri: Harusnya Malu Dia!: (dnu/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini