Pemeriksaan ini dilakukan di gedung DPRD Sulsel, Makassar, Selasa (30/7/2019). Pada sidang ini terperiksa bernama Hajra langsung dikonfrontasi dengan eks Kabiro Pembangunan Jumras dan seorang pengusaha bernama Otis asal Kabupaten Pinrang.
Hajra adalah anggota timses Gubernur Nurdin pada Pilgub 2018. Kini dia menjabat Wakil Ketua PKK Sulsel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya, Pansus menanyakan kepentingan Hajra bertemu dengan Kepala Inspektorat M Lutfie Nasir kala itu. Hajra mengaku dimintai tolong menanyakan soal surat sanggahan soal proyek pengadaan itik di Dinas Peternakan Sulsel.
"Saya ke sana kebetulan ada masalah mengenai tender itik. Kebetulan tender itik orang Pinrang. Dia minta tolong apa sudah sampai ke Inspektorat surat sanggahan," kata Hajra.
Dari penjelasannya, Hajra berkilah dirinya hanya ingin membantu pengusaha Otis atas dasar berasal dari wilayah yang sama, yaitu Pinrang. Atas dasar keterangan itu, anggota Pansus dari Fraksi Golkar Imran Tenri Tata lalu memperdengarkan rekaman suara Otis soal urusannya meminta bantuan Hajra.
Dari rekaman itu, Otis membenarkan meminta bantuan Hajra karena dia bersama Hajra adalah satu tim saat menjadi relawan Nurdin Abdullah pada Pilgub lalu. Karena itu, dia berani meminta tolong kepada Hajra.
"Kemarin relawan kami anggap bahwa dia beliau penanggung jawab Kabupaten Pinrang. Tidak salahnya minta bantuan ke beliau," kata Otis dalam rekaman itu.
Kembali ke Hajra. Atas rekaman yang diperdengarkan itu, dia membantah Otis adalah bagian dari relawan Nurdin Abdullah. "Niat saya membantu untuk dapat pahala," kilahnya.
Tidak hanya itu, Ketua Pansus Kadir Halid juga mempertanyakan soal adanya data-data sejumlah proyek di Sulsel yang dilabeli dengan nama Hajra. Hajra mengaku tidak memiliki perusahaan dan bukan seorang kontraktor. Kadir lalu mengkonfrontasi keterangan Hajra dengan Jumras via telepon dan diperdengarkan untuk umum.
Dalam keterangan itu, Jumras menyebut sempat bertemu dengan Hajra beberapa kali dan melakukan lobi soal beberapa proyek di Sulsel. Menariknya, Hajra tidak seorang diri, dia ditemani dua orang bernama Mega dan Nahar. Belakangan, Mega dan Nahar diketahui sebagai adik dan menantu Nurdin Abdullah.
"Sangat kenal. Beberapa kali menemui saya. Tempatnya berpindah-pindah, jadi pernah di depan kantor SPBU. Ada beberapa temannya, termasuk Bu Mega dan Nahar" kata dia.
"(Pertemuannya) urusan proyek ada beberapa draf dia bawa," kata Jumras lewat telepon di hadapan sidang.
Sementara itu, Kadir Halid mengatakan Hajra diduga kuat sebagai makelar proyek di tubuh Pemprov Sulsel.
"Ada tiga dinas beberapa paket dan ini atas nama Hajra dan tadi (Kemarin) menyatakan dia tidak memiliki proyek, jadi dia makelar dan penanggung jawabnya Ibu Hajra," kata Kadir Halid.
Disinggung nama Mega dan Nahar, Kadir menyebutkan keduanya adalah orang dekat Nurdin Abdullah.
"Ibu Mega itu adik Gubernur dan Pak Nahar itu menantunya, dan dia selalu bertiga untuk lobi-lobi proyek," tuturnya.
Adapun tiga dinas tersebut adalah Dinas Kehutanan dengan anggaran sekitar Rp 11 miliar dengan jumlah pekerjaan 33 paket, Dinas Sumber Daya Air Cipta Karya sebesar Rp 6,15 miliar untuk 6 paket, serta Dinas Pertanian dan Kehutanan Rp 2,28 miliar untuk 7 paket, yang kesemuanya berlabel nama Hajra sebagai penanggung jawab. (fiq/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini