Buntutnya, Gede bersama warga setempat akan menyusun aturan adat (awig-awig).
"Dari situ saya berpikir kenapa nggak ada awig-awig desa, aparat desa saya hubungi memang tidak ada apa gitu awig-awig itu yang mengkhusus cuma ada perda, karena itu saya berpikir kenapa nggak ada awig-awig desa," kata salah satu warga yang diusir, Gede Arya Adnyana (31), kepada wartawan, Selasa (23/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan pengalamannya itu, Arya bertanya-tanya soal perizinan di hotel-hotel ataupun vila yang berlokasi di tepi pantai. Dia pun mempertanyakan soal perizinan hotel ataupun vila tersebut yang mengklaim pantai sebagai area privat.
"Sampai saya berpikir banyak hotel di Temukus, ke mana arahnya, mungkin dikasih fee, sementara pembangunan timbal balik dari vila itu nggak ada. Kemudian pikiran saya juga kenapa vila atau hotel, banyak kejadian berulang kali, baru terungkap saya ini, tapi beberapa penduduk mengalami seperti itu karena awam, kenapa berani seperti itu," urainya.
"Pikiran saya hotel atau vila itu membayar fee besar ke desa untuk menetapkan bukan publik area kan. Makanya saya telusuri alur pajaknya selama ini," sambung Arya.
Arya lalu mencontohkan kasus pengusiran petugas pembersih pantai hingga polisi oleh tamu di vila yang berhadapan dengan pantai. Selain itu, dia baru tahu mayoritas pegawai hotel maupun vila tersebut bukan warga lokal.
"Bahkan kemarin pembersih sampah di pantai juga tidak dikasih membersihkan. Ada beberapa vila bahkan yang patroli, petugas polisi patroli yang biasanya jam 23.00-24.00 Wita ke sana nggak dibolehin akses masuk ke villa itu. Belum ada seminggu ini jam 23.00 Wita polisi nggak dikasih masuk, akhirnya sekitar jam 2-5 pagi itu ada kemalingan," ceritanya.
"Saya ingin mempertegas peraturan kalau petugas jangan dilarang masuk. Saya juga baru tahu kebanyakan itu pegawai hotel-villa dari luar, saya akan minta prosentase di sini berapa persen warga di sini, semua register tamu tanpa identitas ya pergi takutnya nanti ada kriminal," urai bapak satu anak itu.
Dia mengatakan saat ini pihaknya bersama aparat Desa Temukus tengah berembuk untuk menyusun awig-awig. Dia berharap tak ada lagi kasus pengusiran warga di desanya.
"Hari ini saya mau bertemu kepala desa, sekarang kelian desa. Hari ini saya rembukan pembahasan awig-awig, karena kalau kita mengusir orang tak ada dasar kita juga kena pidana. Kemudian rencana dana-dana dari sini dia arahkan ke sana, harus jangan ada tempat privat, saya akan perjuangkan orang di sini sudah mendukung saya biar ke depan nggak ada lagi," urainya.
Terpisah, Kepala Dinas Pariwisata Buleleng Nyoman Sutrisna mengatakan tak ada pantai yang diprivatisasi. Jika ditemukan privatisasi pantai, mereka akan berurusan dengan hukum.
"Nggak ada yang menyewakan sepadan pantai itu open access, sepadan pantai itu tidak ada dimiliki oleh hotel dan vila. Nggak boleh (disewakan) milik negara, milik orang banyak, kok disewakan. Kalau melanggar, salah apa tidaknya itu kewenangan polisi pariwisata (mengusutnya)," jelas Nyoman. (ams/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini