'Lamun sira sekti, aja mateni' bila diartikan secara langsung berarti 'Meski Anda sakti, tapi jangan membunuh'. Bila dialihbahasakan, maknanya adalah 'Meskipun kuat, jangan menjatuhkan'. Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden (KSP), Eko Sulistyo, menjelaskan tafsir politiknya.
"Dalam konteks politik sekarang ini, meskipun beliau sebagai pemenang tapi dia tidak merendahkan. Ini pesan moral dari nilai kepemimpinan Jawa," kata Eko kepada detikcom, Minggu (21/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jokowi, sebagaimana diketahui, adalah Presiden terpilih 2019-2024. Dia juga adalah petahana, kepala negara dan pemerintahan. Namun Jokowi tidak merendahkan rivalnya yang kalah di Pilpres 2019, Prabowo Subianto. Meski begitu, Eko tidak menafsirkan pernyataan Jokowi 'lamun sira sekti, aja mateni' dengan proses rekonsiliasi dengan Prabowo.
"Saya kira tidak terkait ya. Ini pesan moral yang umum," kata Eko.
Zaman sudah semakin maju, tapi kita tetap mengingat pesan-pesan bijak dan agung para leluhur.
β Joko Widodo (@jokowi) July 20, 2019
Selamat pagi. Selamat berakhir pekan. pic.twitter.com/0Yw5sPX5e5
Kata 'mateni' dalam petuah Jawa yang dikutip Jokowi itu menurutnya bukan berarti 'membunuh' dalam artian sebenarnya. Dalam pemahaman masyarakat Jawa tempat Jokowi dibesarkan, orang Jawa itu mati bila dipangku. Ini terkait dengan cara penulisan huruf Jawa, untuk mematikan bunyi aksara Jawa maka harus dibubuhi tanda pangku.
"Dalam masyarakat Jawa, kalau orang mateni itu dipangku," kata Eko.
Siapa pihak yang bisa dipangku Jokowi namun Jokowi memilih tidak memangkunya? Tak ada penjelasan lebih lanjut. Yang jelas, Jokowi lekat dengan nilai-nilai Jawa.
"Ungkapan itu adalah ajaran moral, kearifan, kebajikan yang teruji zaman dan maknanya dalam, maka abadi dalam ingatan kolektif wong Jawa, sebagaimana Pak Jokowi diasuh dalam budaya Jawa. Itu bagian dari pitutur luhur Jawa yang sudah menjadi memori kolektif masyarakat (Jawa)," tutur Eko.
Sebenarnya ada tiga pitutur (pepatah) Jawa yang dipegang Jokowi. Pertama, 'lamun sira pinter, aja minteri', yang artinya 'meski Anda pintar namun jangan memintari (membohongi)'. Kedua, 'lamun sira banter, aja ndhisiki', yang artinya 'meski Anda kencang, jangan mendahului'. Ketiga, barulah 'lamun sira sekti, aja mateni'.
"Lamun sira sekti, aja mateni. Itu artinya dia punya kekuasaan tapi tidak kemudian akan bertindak semena-mena," kata Eko.
Ajaran-ajaran Jawa di atas memang hidup dalam memori kolektif masyarakat Jawa. Eko menjelaskan, ajaran luhur terdapat dalam karya Pakubuwono IV yakni Serat Wulangreh, Serat Wedhatama karya Mangkunegara IV, ajaran Ki Ageng Suryomentaram, dan RMP Sosrokartono seorang bijaksana kakak RA Kartini mantan wartawan Perang Dunia I.
Dihubungi terpisah, akademisi Fakultas Filsafat UGM yang mendalami filsafat wayang, Iva Ariani, menjelaskan, kalimat 'lamun sira sekti, aja mateni' itu bukan hanya diucapkan dalam pewayangan saja melainkan merupakan ajaran kebijaksanaan Jawa secara umum.
"Itu kalimat peribahasa atau ungkapan dalam bahasa Jawa. Bisa muncul sebagai nasihat dalam lakon pewayangan, bisa juga dalam nasihat sehari-hari," kata Iva ketika dihubungi terpisah.
Baca juga: Jokowi dan Politik Falsafah Jawa |
Sebelumnya, Jokowi memasang video singkat berdurasi 15 detik di akun Twitter resminya. Video itu berisi tayangan gambar tokoh wayang yang memberi padi ke seorang pria bertelanjang dada. Dalam video itu, Jokowi berkata, "Lamun sira sekti, aja mateni. Meskipun kuat, jangan suka menjatuhkan."
Tonton Video Undang Seniman ke Istana, Jokowi Bahas Dana Abadi:
(dnu/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini