"Pemerintah akan lakukan PK ke MA sesuai dengan prosedur hukum yang ada. Ruang untuk itu ada. KLHK akan ke MA untuk mendapatkan dokumen keputusannya dan setelah itu akan koordinasi dengan Jaksa Agung sebagai pengacara negara," ucap Siti saat dikonformasi detikcom, Jumat (19/7/2019).
KLHK akan mempelajari salinan putusan MA. Namun, Siti menjamin pihaknya sudah melakukan tindakan penanganan kebakaran hutan dengan baik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam perkara ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan beberapa kementerian termasuk KLHK, serta beberapa Gubernur Kalteng digugat oleh Arie Rompas, Kartika Sari, Fatkhurrohman, Afandi, Herlina, Nordin, dan Mariaty tahun 2015. Saat itu, Siti mengakui terjadi kebakaran hutan hebat.
"Saat itu Karhutla (kebakaran hutan dan lahan) melahap sekitar 2,6 juta ha kawasan, terutama di lahan gambut yang sangat susah dipadamkan," kata Siti.
"Tapi sayangnya memang tidak tertolong, titik api sudah membesar di 2015, dan banyak faktor yang jadi pemicunya. Karena baru menjabat, tentu kami semua harus pelajari penyebabnya, ada apa nih begini? Kenapa? Di mana letak salahnya? Ternyata banyak yang salah-salah dari yang dulu-dulu, dan Pak Jokowi justru membenahi yang salah-salah itu," ucap Siti.
Belajar kebakaran tahun 2015 itu, pemerintahan Jokowi lantas mempelajari dari kejadian-kejadian kebakaran hutan sebelumnya. Termasuk kebakaran hutan tahun 1997 yang melahap 10-11 juta hektare hutan dan lahan di Indonesia.
"Bahkan tahun 1997, Karhutla pernah menghanguskan sekitar 10-11 juta ha hutan dan lahan di Indonesia. Karhutla secara rutin juga menyebabkan pencemaran kabut lintas batas di wilayah ASEAN. Negara kita dulu sering dapat komplain dari negara tetangga karena rutin mengekspor asap. Rakyat kita dulu rutin harus tersiksa karena bencana yang sama, sampai-sampai di daerah rawan seperti Sumatera dan Kalimantan, mengenal istilah tiga musim: Hujan, Panas, dan musim asap," kata Siti.
Setelah menganalisa masalah, pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan untuk mencegah Karhutla. Di antaranya, Instruksi Presiden nomor 11/2015 tentang Peningkatan Pengendalian Karhutla, Inpres 8/2018 tentang moratorium izin, PP 57 tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, hingga pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG).
"Sementara di KLHK, keluar Peraturan Menteri LHK nomor 32/2016 tentang pengendalian Karhutla, membenahi tata kelola gambut dengan baik dan berkelanjutan melalui pengawasan izin, penanganan dini melalui status kesiagaan dan darurat Karhutla, dan berbagai kebijakan teknis lainnya," ucap Siti.
Menurut Siti, telah ada perubahan paradigma penanggualangan ke pengendalian kebakaran hutan. Tak perlu menunggu besar, api kecil harus sudah dipadamkan.
"Pengendalian yang dimaksud mulai dari tahap perencanaan, pencegahan, penanggulangan, pasca kebakaran, koordinasi kerja, hingga pada tahap status kesiagaan. Pengendalian Karhutla juga melibatkan TNI/Polri, BNPB, dan lembaga lainnya secara bersama-sama. KLHK juga menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI), dengan keluarnya fatwa haram bagi pelaku pembakaran lahan dan hutan. Selain juga meningkatkan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) Dalkarhutla hingga ke tingkat tapak," ucap Siti.
Belajar dari kejadian 2015, Siti mengatakan Karhutla tiap tahun menurun drastis. Luas area yang terbakar pun berkurang 92,5%.
"Bahkan sepanjang tahun 2016-2018, Indonesia tidak mengalami status darurat akibat Karhutla. Luas area terbakar berkurang menurun hingga 92,5%. Dari 2,6 juta ha di 2015, menjadi 194,757 ha di 2018," kata Siti.
Seperti diketahui, kasus bermula saat terjadi kebakaran hebat pada 2015. Salah satu wilayah yang dilanda adalah Kalimantan. Oleh sebab itu, sekelompok masyarakat menggugat negara. Mereka adalah Arie Rompas, Kartika Sari, Fatkhurrohman, Afandi, Herlina, Nordin, dan Mariaty.
Pada 22 Maret 2017, gugatan mereka dikabulkan. PN Palangkarya memutuskan:
1. Menyatakan para tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
2. Menghukum Tergugat I (Presiden) untuk menerbitkan Peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat.
Atas putusan itu, Jokowi dkk tidak terima dan mengajukan banding. Namun PT Palangkaraya menolak gugatan itu dan menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya Nomor 118/Pdt.G.LH/ 2016/PN.Plk tertanggal 22 Maret 2017.
Atas hal itu, Presiden dkk mengajukan kasasi, tapi ditolak.
"Tolak," demikian lansir panitera MA dalam website-nya, Jumat (19/7).
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini