"Itu (pendekatan ke parpol) bagian dari pada new strategy-nya mereka. Mereka sudah mendesain pola-pola pergerakannya seperti itu. Bukan hanya parpol, dia sudah menggunakan pendekatan-pendekatan kepada semua lapisan masyarakat, mulai lapisan masyarakat kelas bawah, kemudian para intelektual, dan sebagainya," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (15/7/2019).
Dedi menjelaskan, JI tak ingin mencontoh pola-pola kekerasan yang dilakukan kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang sifatnya sporadis seperti bom bunuh diri. Dedi menilai JI memiliki pengalaman lebih dalam penyebaran pahamnya dibanding JAD.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dedi menuturkan pimpinan JI, Para Wijayanto, yang telah ditangkap Densus 88 Antiteror, memiliki konsep berfikir yang komprehensif dan tidak konvensional. Dedi menyebut Para Wijayanto adalah seorang insinyur dari universitas ternama yang memiliki latar belakang intelektual cukup tinggi.
"Pimpinan JI itu seorang yang memiliki tingkat kecerdasan yang cukup tinggi. Dia seorang insinyur, dia seorang lulusan dari universitas ternama di Jawa, artinya konsep berpikirnya sudah yang komprehensif. Dia nggak mau lagi konsep berpikirnya kembali pada konsep berpikir yang konvensional," terang Dedi.
Para Wijayanto bersama istri ditangkap di Hotel Adaya, Jalan Kranggan, Jati Sampurna, Bekasi, Jawa Barat, pada Sabtu (29/6), pukul 06.12 WIB. Polisi menyebut Para Wijayanto sebagai amir atau pimpinan JI.
Dedi mengatakan, Para Wijayanto, pada 2000-an, merupakan orang kepercayaan di JI kala itu. Dia memiliki kemampuan intelijen dan anggotanya mampu merakit bom bahkan mengoperasikan roket.
Para Wijayanto memiliki usaha perkebunan untuk menunjang kegiatan JI. Polri mengatakan orang-orang kepercayaannya diberi gaji Rp 10-15 juta per bulan.
Simak Juga 'Pemilu Usai, Polisi Waspadai Gerakan Teroris Antidemokrasi':
(aud/knv)