Memperingati Hari Kependudukan Dunia setiap tanggal 11 Juli, BKKBN bekerja sama dengan UNFPA menggelar seminar bertajuk 'Mengurangi Unmet Need KB, Angka Kematian Ibu, Kekerasan Berbasis Gender dan Praktik Berbahaya, serta Mencapai Bonus Demografi dalam Kerangka ICPD dan SDGs 2030'.
Pada kesempatan ini, Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Dwi Listyawardani mengatakan dalam bidang KB dan kesehatan reproduksi setelah hampir 50 tahun sejak program KB dimulai, Indonesia telah mencapai kemajuan yang signifikan. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap angka fertilitas total (TFR) yang turun dan angka pemakaian kontrasepsi (CPR) yang meningkat dari tahun ke tahun.
"TFR turun dari 5,6 anak pada tahun 1970-an menjadi sekitar 2,4 anak pada tahun 2017. Sementara angka CPR meningkat secara signifikan dari sekitar 10% pada tahun 1970-an menjadi sekitar 64% pada tahun 2017," ucap Dwi di The Hotel Sultan Jakarta, Kamis (11/07/2019).
Dwi juga mengungkapkan angka persentase kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) di Indonesia mencapai 10,6%. Apabila dikonversikan dengan jumlah pasangan usia subur saat ini mencapai 51 juta. Artinya, hampir 5,5 juta pasangan yang membutuhkan KB belum terlayani.
Lanjut Dwi, fenomena unmet need KB bersifat multi dimensional karena dipengaruhi berbagai faktor, seperti karakteristik demografi, sosial ekonomi, sikap, akses, dan kualitas pelayanan. Salah satu alasan utama kebanyakan orang tidak ingin KB adalah masalah kesehatan dan takut efek samping.
"Dalam hal kesetaraan gender, kemajuan dicapai dengan berbagai upaya layanan bagi korban kekerasan berbasis gender, serta upaya menurunkan prevalensi sunat perempuan," tambah Dwi.
Menurut Dwi, dalam bidang penataan dinamika kependudukan, Pemerintah Indonesia telah berinisiatif menyusun Rencana Induk Pembangunan Kependudukan pada tingkat nasional maupun daerah. Program pembangunan kependudukan ini dintergrasikan dari lima aspek utama, yaitu pengendalian kuantitas, kualitas, mobilitas, pembangunan keluarga, serta penguatan database kependudukan secara lintas sektor.
![]() |
"Indonesia juga membentuk sekretariat SDGs untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan komitmen ini. Sedangkan dalam kaitan hubungan internasional, kerja sama internasional dalam pengembangan kapasitas sangat penting untuk keberhasilan pelaksanaan Program Aksi ICPD, khususnya melalui kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular (SSTC)," ungkap Dwi.
Dengan latar belakang tersebut, Indonesia telah secara aktif terlibat dengan negara berkembang lainnya di bidang populasi dan pembangunan. Melalui SSTC, Indonesia telah berbagi pengalaman kepada lebih dari 5.200 pejabat yang membidangi KB yang berasal lebih dari 104 negara dan akan terus bertambah di masa yang akan datang.
Sementara itu, UNFPA Representative Najip Assifi mengatakan meskipun ada angka kemajuan yang luar biasa, masih jutaan perempuan dan anak perempuan di Indonesia yang belum dapat menggunakan hak dan kesehatan seksual serta reproduksi mereka.
"Belum terpenuhinya kebutuhan untuk program keluarga berencana, kematian ibu, dan prevalensi kekerasan terhadap perempuan serta pernikahan anak yang tinggi," ungkap Najip.
Najip menekankan pentingnya peran pemerintah, sektor swasta, organisasi dan lembaga masyarakat sipil seperti UNFPA untuk bersatu melaksanakan Program Aksi ICPD.Semua pihak harus berjanji untuk menghilangkan hambatan yang ada antara perempuan dan anak perempuan dengan kesehatan mereka, hak-hak, dan kekuatan untuk merencanakan masa depan mereka sendiri termasuk meniadakan unmet need program keluarga berencana, meniadakan kematian ibu, dan meniadakan kekerasan berbasis gender dalam konteks 2030 SDGs.
![]() |
Adapun narasumber yang dihadirkan antara lain Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan, Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas. Seminar ini juga menghadirkan Ermalena (Komisi IX DPR RI/Ketua Forum Kependudukan) dan Budi Wahyuni (Wakil Ketua Komnas Perempuan) sebagai pembahas.
Sebagai informasi, pada sidang PBB 1989 Governing Council United Nations Development Programme menetapkan bahwa tanggal 11 Juli sebagai Hari Kependudukan Dunia. Selanjutnya, pelaksanaan International Conference on Population and Development (ICPD) atau Konferensi Internasional Tentang Kependudukan dan Pembangunan 25 tahun lalu di Kairo juga menjadi salah satu momen penting bagi kependudukan dan pembangungan dunia.
Konferensi ini merupakan waktu yang kritis tentang apa yang telah dilakukan untuk perempuan dan remaja perempuan di seluruh dunia. Agenda ICPD telah memperoleh dukungan yang cukup kuat dari berbagai kalangan pemerintah, sektor swasta, organisasi sipil, dan masyarakat.
Pada waktu yang bersamaan, akses universal untuk kesehatan reproduksi dan seksual memperoleh tantangan yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Memperkuat komitmen untuk hak dan pilihan untuk semua, realisasi dari keseluruhan Program AksiICPD sangat menentukan keberhasilan dari Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs). (adv/adv)