"Buat para penggugat yang mengajukan uji materi yang ditolak, ikutilah putusan MA, taat hukum. Jadi industrinya beralih gitu," kata Koster di Jaya Sabha, Jl Surapati, Denpasar, Bali, Kamis (11/7/2019).
Koster menyarankan agar para penggugat tersebut mulai mempertimbangkan alih usaha. Sebab, bisa saja dengan mengganti usaha nilai ekonomi yang dihasilkan bisa jauh lebih tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koster mengaku siap mendukung perusahaan tersebut jika membutuhkan bahan baku asalkan industri yang dikerjakan mendukung kelestarian alam.
"Kita dukung kalau pengusaha ini perlu bahan baku, perlu bantuan kita, kita dukung karena sudah jadi perusahaan yang punya kapasitas memproduksi sesuatu. Jadi harus didukung dia, jangan ada yang mati, nggak boleh ada yang mati, harus hidup semua," ucap Koster.
Dengan putusan MA tersebut, pergub yang melarang penggunaan plastik sekali pakai berkekuatan hukum. Duduk sebagai ketua majelis Supandi dengan anggota Yulius dan Yodi Martono. Menurut ketiganya, Pergub Pembatasan Timbulan Sampak Plastik Sekali Pakai tidak bertentangan dengan UU HAM, UU Pengelolaan Sampah, UU Administrasi Pemerintahan, dan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Selain itu, norma pengurangan sampah yang diatur dalam UU No 18 Tahun 2008 dan Perda Provinsi Bali No 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah tersebut haruslah dimaknai sebagai pelarangan penggunaan plastik sekali pakai sebagaimana diatur dalam Pergub Bali No 97 Tahun 2018.
"Dengan demikian, kebijakan Gubernur Bali sudah patut dan benar. Dengan putusan Mahkamah Agung ini pula, semua pihak wajib mematuhi dan melaksanakan keseluruhan isi dari Pergub Bali No 97 Tahun 2018 untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru," ucapnya.
(ams/dkp)











































