"Hanya kemudian diputuskan 2 tahun, saya kira itu sudah menjadi kewenangan dari majelis hakim. Tentu majelis hakim sudah melalui berbagai pertimbangan sehingga majelis hakim memutuskan 2 tahun. Tentu jika ditanyakan kami menuntutnya 6 tahun tentu kami akan menyatakan pikir-pikir dulu," ujar jaksa Daroe Trie Sadono menanggapi vonis Ratna Sarumpaet seusai sidang di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Kamis (11/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut jaksa, majelis hakim sudah mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Semua unsur pada Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana disebut jaksa juga terbukti.
"Kita punya waktu 7 hari sejak dari hari ini. Nanti kita akan pertimbangkan dulu apakah kita akan menerima atau menyatakan banding. Saya kira itu," kata Daroe.
Soal dampak hoax penganiayaan, jaksa mempertimbangkan situasi politik yang saat itu memanas terkait Pilpres.
"Kemudian seperti dulu sekali kami ungkapkan menangani status dan peran yang bersangkutan. Nah disinilah kita ingin memberi pelajaran kepada publik bahwa seseorang memiliki status, memiliki peran ketika mengucapkan dalam situasi tertentu dia akan memiliki dampak yang luar biasa," sambung Daroe.
Dalam putusan, hakim menyebut cerita bohong (hoax) penganiayaan Ratna Sarumpaet memunculkan benih-benih keonaran. Ratna Sarumpaet dinilai sadar penyebaran hoax bisa memunculkan reaksi.
"Terdakwa seharusnya menyadari kalau cerita bohong dan kondisi luka lebam akibat pemukulan mengundang reaksi orang yang menerima, membaca, dan mengetahui. Terdakwa seharusnya menyadari dengan teknologi saat ini akan dengan mudah menyebar," kata hakim anggota Krisnugroho membacakan analisis yuridis.
Cerita hoax penganiayaan disebut majelis hakim juga disebarkan ke tim pemenangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Saat itu, menurut hakim, muncul reaksi keras atas kabar penganiayaan Ratna Sarumpaet yang diklaim terjadi di kawasan bandara di Bandung.
"Dan didukung situasi politik memanas karena Pilpres, dengan keadaan masyarakat yang terpolarisasi, akan dengan mudah tersulut emosi dan berujung keributan dan kerusuhan di masyarakat," kata hakim.
"Menurut majelis dapat diterapkan pasal ini, keonaran tidak harus benar-benar terjadi, akan tetapi cukup benih-benih keonaran tampak muncul di masyarakat," kata hakim.
(fdn/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini