"Kalau sudah disepakati oleh KPU, e-rekapitulasi, ya seluruh 270 (daerah) itu harus menyiapkan diri. Dan basisnya tadi di tingkat kecamatan. Dari pemilihannya sama, dibawa ke kecamatan, dari kecamatan tidak ada lagi rekap itu langsung e-rekapitulasi elektronik," ujar Mardani di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (8/7/2019).
Mardani menegaskan sistem e-rekap harus terbuka. Evaluasi untuk sistem tersebut menurutnya juga harus dilakukan secara mendalam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Evaluasi harus mendalam. Jangan sampai jadi demokrasi prosedural. Pemilu ini betul-betul jadi alat untuk pencerdasan bangsa dan mewujudkan kesejahteraan. Sayang kalau tidak terwujud kesejahteraan karena pemilunya pemilu yang prosedural, bukan substansial," ujarnya.
Senada dengan Mardani, Wakil Ketua Komisi II Herman Khaeron juga setuju jika e-rekap memungkinkan untuk Pilkada 2020. Ia menyebut sistem e-Rekap diatur dalam dua undang-undang.
"Di dalam UU Nomor 10 tahun 2016, e-rekap dan e-voting sudah memungkinkan untuk dilaksanakan. Tadi sudah kita sandingkan UU Nomor 10 Tahun 2016 dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu," jelas Herman.
Ketua KPU Arief Budiman usai rapat dengar pendapat bersama Komisi II menyatakan penting untuk melihat kesiapan daerah dalam pelaksanaan e-Rekap. Menurutnya, banyak yang harus dipersiapkan sebelum menggunakan sistem tersebut.
"Karena pasti e-Rekap membutuhkan peralatan, pelatihan SDM-nya. Nanti kita hitung itu semua. Nah, kebutuhan itu sudah dimasukkan tidak dalam, apa namanya, kan Permendagri yamg mengatur tentang item-item yang bisa dibiayai dalam pilkada. Kalau nggak, ya nanti biayanya bagaimana? Banyak hal yang harus dipersiapkan," ujar Arief.
(azr/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini