Wakil Ketua Komisi VII DPR Aceh, Musannif, mengatakan, poligami pada dasarnya diperbolehkan sesuai hukum dalam agama Islam dan telah diatur dalam Alquran. Namun, selama ini banyak orang menikahi perempuan secara siri atau tidak tercatat oleh negara sehingga pertanggungjawaban terhadap istri dan anak dari nikah siri itu jadi tidak jelas.
"Selama ini kan karena diperbolehkan oleh hukum Islam, marak terjadi kawin siri yang kita tahu. Maka dengan marak terjadinya kawin siri ini pertanggungjawaban kepada Tuhan maupun anak yang dilahirkan ini kan lemah," kata Musannif, Sabtu (6/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh sebab itu, dia menyatakan Pemprov dan DPRA bakal mengatur soal poligami itu. Musannif menyebut walau tak diatur, tetap saja ada orang-orang yang melakukan poligami dengan praktik nikah siri.
"Jadi kita sepakat mengatur, toh kalau kita gak atur kan kawin juga gitu. Kan baiknya kawin siri lagi kawin yang tercatat secara negara," jelasnya.
Rancangan qanun tersebut dibahas oleh DPR Aceh sejak awal 2019. Draf Raqan tersebut dibuat Pemerintah Aceh dan sudah diterima pihak legislatif. Rencananya Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) akan digelar 1 Agustus mendatang dengan melibatkan LSM yang fokus gender dan lainnya.
Dalam Raqan tersebut, jelas Musannif, mengatur berbagai hal di antaranya masalah perkawinan, perceraian hingga perwalian. Khusus untuk poligami, diatur dalam satu bab.
Menurut Musannif, untuk menikahi wanita lebih dari satu, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi suami. Di antaranya mendapat izin istri pertama. Selain itu, di Raqan tersebut juga diatur jumlah wanita yang boleh dinikahi seorang pria.
"Dalam hukum Islam, Alquran disebut bahwa laki-laki boleh mengawini perempuan itu empat orang. Kita batasi sampai empat orang itu. Kalau dia mau yang kelima, satunya harus diceraikan," pungkasnya.
(agse/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini