"Saat ini kita belum terima salinan putusan. Kita masih wait and see, kita akan terima dulu salinan putusan baru mengambil sikap," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Mukri, saat dihubungi, Sabtu (6/7/2019).
MA sebelumnya lewat putusan kasasi pada 26 September 2018 menghukum Baiq Nuril 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, mengenai dorongan sejumlah pihak agar Baiq Nuril mendapatkan amnesti dari presiden, Kejagung menolak berkomentar. "Itu hak terpidana," kata Mukri.
Baiq Nuril dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE jo Pasal 45 ayat 1 UU ITE. Mengutip putusan MA, Baiq Nuril dinyatakan terbukti bersalah mentransfer/mentransmisikan rekaman percakapannya dengan mantan atasannya berinisial M saat Baiq Nuril menjadi staf honorer di SMAN 7 Mataram.
Terkait kasus ITE ini, Baiq Nuril menegaskan sengaja merekam percakapan dengan bekas atasannya di SMAN 7 Mataram berinisial M untuk membela diri. M, disebut Baiq Nuril, kerap menelepon dirinya dan berbicara cabul.
Belum lagi tudingan teman-teman Baiq Nuril semasa bekerja sebagai staf di SMAN 7 Mataram. Baiq selalu dicurigai punya hubungan khusus dengan M, yang saat itu menjabat kepala sekolah.
Simak Video "Berharap Amnesti Jokowi untuk Kasus Baiq Nuril"
(fdn/fdn)