"Sebenarnya memang intinya di UU ITE. UU ITE itu sudah salah kaprah," kata Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (5/7/2019).
Menurut Fahri, UU No 19/2016 itu telah merugikan kebebasan masyarakat, khususnya dalam hal pembelaan diri. Dia mengatakan tidak masuk akal jika Baiq dihukum karena membela diri atas peristiwa pelecehan seksual yang dialaminya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebaiknya pemerintah menarik kembali pasal-pasal karet di UU ITE. Sebab, itu merugikan kebebasan masyarakat untuk membela diri. Masa orang membela diri, habis dizalimi membela diri, terus kena. Itu sudah banyak kasus begitu," ujarnya.
Dia pun menyebut tidak selayaknya UU ITE berlaku. Fahri menyarankan pemerintah merevisi UU ITE.
"Di atas mimbar keadilan kita itu sudah nggak kena, gimana orang itu dilecehkan, pelecehan direkam, dilaporkan, justru dia yang terlecehkan kena kasus. Itu nggak masuk akal. Maka saya kira, kalau saya jadi pemerintah, UU itu tidak boleh ada di republik ini," ucap Fahri.
MA sebelumnya menolak PK Baiq Nuril dalam kasus perekaman ilegal sehingga tetap dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta. Atas hal itu, Baiq Nuril kini hanya berharap kepada kemurahan hati Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Satu-satunya yang bisa menyelamatkan ya Presiden," kata pengacara Baiq, Joko Jumadi, saat berbincang dengan detikcom, Jumat (5/7).
Kasus bermula saat Baiq Nuril menerima telepon dari Kepsek M pada 2012. Dalam perbincangan itu, Kepsek M cerita tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Nuril. Karena merasa dilecehkan, Nuril merekam perbincangan tersebut.
Pada tahun 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram. Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.
Awalnya, Baiq Nuril divonis bebas oleh PN Mataram. Kemudian, dalam putusannya, MA menganulir putusan pengadilan tingkat pertama yang menyatakan Baiq Nuril bebas dari seluruh tuntutan dan tidak bersalah melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU ITE. Baiq Nuril dinilai bersalah karena menyadap/merekam tanpa izin telepon atasannya, meski percakapan itu berkonten pornografi.
(tsa/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini