"Rekam jejaknya cukup panjang. Pada tahun 2000 yang bersangkutan merupakan alumni pelatihan militer di Moro. Dari situlah yang bersangkutan aktif dalam struktur organisasi terorisme JI. Yang bersangkutan adalah lulusan S1 Teknik Sipil di universitas ternama di pulau Jawa," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (1/7/2019.
Dedi menyebut Para Wijayanto memiliki kemmapuan yang komprehensif yaitu di bidang intelijen dan militer. Karena kemampuannya tersebut, dia dibaiat sebagai amir kelompok JI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rekam jejak lainnya Para Wijayanto selanjutnya adalah terlibat kasus Bom Natal di Poso, Bom di Kedubes Australia dan Bom Bali I. Dia juga menjadi informan untuk kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng).
"Yang bersangkutan juga aktif ketika terjadi kerusuhan di Poso 2005 sampai 2007. Karena dia juga memiliki kemampuan intelijen, dia memberikan masukan-masukan kepada jaringan teroris yang ada di Poso, yaitu MIT, mensuplai senjata pada 2007," jelas Dedi.
Kemudian, Para Wijayanto juga diduga mengetahui adanya penyimpanan 1 ton bahan peledak di Sukoharjo yang dimiliki kelompok teroris pimpinan Badri Solo. Kasus tersebut berhasil diungkap Densus 88 pada 2012 silam.
"Yang bersangkutan juga saat rusuh di Poso menjadi pendukung, baik operasional maupun logistik, kepada kelompok teroris di sana," tutur Dedi.
"Selain itu yang bersangkutan juga sepanjang tahun 2013 sampai 2018 sudah mengirim orang-orang yang berhasil direkrut untuk mengikuti program pelatihan maupun langsung praktik kegiatan perang di Suriah. Sudah ada 6 gelombang yang diberangkatkan," sambung dia.
Para Wijayanto sendiri menjadi target perburuan Densus 88 Antiteror sejak 2003. Untuk mengaburkan keberadaannya, Para Wijayanto memiliki sederet nama lain.
"Memiliki nama inisial yang cukup banyak. PW alias Abang alias Aji Pangestu alias Abu Askari alias Ahmad Arief alias Ahmad Fauzi Utomo selama yang bersangkutan memimpin JI ini," terang Dedi.
"Dia pernah bergabung dengan kelompok Noordin M Top, kemudian dr Azhari dan kelompok yang lain," lanjut Dedi.
(aud/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini