"Besar pengaruhnya. Jadi kondisi udara yang kering itu, tadi disebutkan pembangunan, ya. Pembangunan itu kan misalnya galian tanah terbuka, ada angin kalau musim kemarau itu, jadi sebenarnya iya. Kalau saya menyebutkan sebagian dari kendaraan ya. Jadi sekarang ini pembangunan yang banyak mungkin tempat terbuka dengan tanah dengan debu, itu kan menjadi sumber. Jadi memang itu sumbernya," kata Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Dodo Gunawan di Graha BNPB, Jakarta Timur, Jumat (28/6/2019).
Dia menyebut selama musim kemarau polusi itu akan terakumulasi di atmosfer dan akan mulai tercuci atau berkurang saat musim hujan. Puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada Agustus meski sudah ada daerah yang mengalami kemarau lebih dulu, seperti Jawa Timur dan NTT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kembali ke soal polusi di Jakarta, Dodo menyebut, meski memberi pengaruh besar, kemarau tidak serta-merta membuat tingkat polusi naik jadi dua kali lipat. Dia mengatakan tingkat polusi juga tergantung sumber penyebab polusi yang terakumulasi dalam suatu wilayah.
"Nanti dalam kondisi kemarau itu bisa bertambah juga. Tapi bukan berarti dua kali lipatnya juga, nggak. Sumbernya kan kendaraan, pembangunan, terakumulasi akan seperti itu," jelasnya.
Sebelumnya, situs penyedia peta polusi udara online, AirVisual, menyatakan kualitas udara di Jakarta pada Selasa (25/6) pagi tidak sehat. Berdasarkan data di situs ataupun aplikasi AirVisual pada pukul 10.00 WIB, nilai air quality index (AQI) Jakarta adalah 168. Jakarta berada di posisi kedua, setelah Lahore, Pakistan. Kualitas udara di Jakarta dinyatakan 'unhealthy'. Nilai AQI Jakarta juga sempat mencapai angka 216 atau masuk kategori 'very unhealthy'.
AQI adalah indeks yang dipakai AirVisual untuk mengukur tingkat keparahan polusi udara di sebuah kota. Indeks ini mempertimbangkan 6 polutan utama, yaitu PM2.5, PM10, karbon monoksida, sulfur dioksida, nitrogen dioksida, dan ozon di permukaan tanah. Enam polutan utama itu dikalkulasikan menjadi angka AQI. Rentang nilai AQI adalah 0-500. Semakin tinggi nilai AQI, kian tinggi pula tingkat polusi udara.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga sudah menanggapi penilaian AirVisual soal kualitas udara DKI Jakarta yang disebut tidak sehat itu. Bagi Anies, buruknya udara di Jakarta disebabkan oleh banyaknya kendaraan bermotor.
"Sumber terbesar masalah udara kita adalah kendaraan bermotor yang banyak di Jakarta," ucap Anies kepada wartawan di gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (26/6).
Pemprov DKI, katanya, terus berupaya mengurangi penggunaan kendaraan pribadi di Jakarta. Salah satunya dengan pengintegrasian transportasi umum di DKI.
(haf/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini