Pertemuan dengan para keluarga korban 22 Mei itu berlangsung di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Menteng Jakarta Pusat, Jumat (28/6/2019), keluarga korban datang ditemani oleh Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR). Dalam pertemuan itu, para keluarga menyampaikan sejumlah aduan kepada Komnas HAM.
Salah satu yang mengadu adalah Sarnubi, paman Harun Al Rasyid, yang diduga ditembak oleh oknum polisi. Dia meminta Komnas HAM berlaku adil dan bergerak cepat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita harap Komnas HAM sampaikan kebenaran dan jangan takut pada siapa pun," ucap Sarnubi.
![]() |
Selain itu, dalam pertemuan tersebut, Komnas HAM mendapat aduan dari salah satu relawan tim media paslon 02, Yuri, dia mengaku suaminya dianiaya oleh oknum polisi, suaminya juga saat ini ditahan di Polres Jakarta Barat. Dia meminta Komnas HAM bisa membebaskan suaminya yang mendekam di penjara.
"Suami saya ditahan di Polres Jakbar. Tuduhannya saya nggak tahu, setiap ditanya beda-beda, jadi buat saya bingung, mohon Pak bebaskan suami saya," kata Yuri.
Sementara itu, komisioner Komnas HAM Choirul Anam menegakkan pihaknya tidak akan terpengaruh oleh apa pun. Choirul juga mengatakan saat ini telah membentuk tim dengan menggandeng orang di luar internal Komnas HAM.
"Kita bisa kerja objektif dan nggak terpengaruh siapa pun. Jadi kalau ditanya takut nggak takut, jelas kami kerja sendiri. Kami independen, clear, yang kami kerjakan nggak mungkin di bawah tekanan siapa pun," tegas Choirul saat menanggapi desakan keluarga korban rusuh 22 Mei.
Dia juga menjelaskan saat ini tim telah terbentuk. Dia mengatakan Komnas HAM menggandeng ahli pengungkapan kasus. Dua ahli itu adalah Makarim Wibisono dan Marzuki Darusman.
Baca juga: Temuan-temuan Baru Polisi dari Rusuh 22 Mei |
"Makarim Wibisono... beliau adalah mantan pelapor khusus konflik di Palestina PBB, kedua ada Marzuki Darusman, yang juga punya keterampilan pelapor khusus PBB untuk Rohingya di Thailand sana, itu kami minta supaya keterampilan mereka ungkap kasus, bisa kita gunakan untuk konflik ini," katanya.
Choirul juga menjelaskan bahwa timnya hingga saat ini tidak berhenti dan masih terus menyelidiki kasus itu. Dia juga mengatakan Komnas HAM yang pertama kali mengatakan kalau kematian korban 22 Mei itu menggunakan peluru tajam.
"Kasus kematian concern kami, yang totalnya 10 korban kami telusuri semua, kekerasan kami juga fokus ke sana, termasuk penggunaan peluru karet, soal keluarga ditahan itu fokus kami, dari sekian ratus ditahan, ada sekian ratus dibebaskan itu juga mulai. Lalu orang hilang dari 70 tinggal 30 masih kita cari, dan terakhir prosedur, apakah ketika tangani unjuk rasa (polisi) sesuai prosedur apa nggak, di Bawaslu (pengamanan) gimana, lalu tempat lain gimana, itu sedang kami lakukan," ungkapnya.
Terkait pengaduan yang disampaikan Yuri, Komnas HAM meminta Yuri dan GNKR menambahi laporan aduan itu agar bisa diusut. "Untuk di Polres Jakarta Barat, tolong ditambahi, nanti kita cek siapa, di luar pencari fakta itu juga kami fokuskan," pungkas Choirul.
(zap/dnu)