ICW Harap Pendaftar Capim KPK Mundur dari Institusi Asal

ICW Harap Pendaftar Capim KPK Mundur dari Institusi Asal

Haris Fadhil - detikNews
Sabtu, 22 Jun 2019 14:45 WIB
Ilustrasi KPK (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) berharap siapa pun yang mendaftar sebagai calon pimpinan (Capim) KPK mundur dari institusi asalnya. Alasannya, agar pihak yang mendaftar itu tak memiliki loyalitas ganda jika terpilih sebagai pimpinan KPK.

"Setiap orang yang mendaftar sebagai pimpinan KPK harus mundur dari institusinya terdahulu. Ini penting, mengingat Pasal 3 UU KPK telah secara gamblang menyebutkan bahwa KPK adalah lembaga negara yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Hal ini sekaligus menghindari potensi loyalitas ganda ketika memimpin lembaga antikorupsi itu," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Sabtu (22/6/2019).



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kurnia menyoroti soal polisi ataupun Jaksa yang ingin mendaftar sebagai capim KPK. Dia menyebut tak ada aturan yang mewajibkan pimpinan KPK harus berasal dari aparat penegak hukum.

"Tidak ada kewajiban dalam peraturan perundang-undangan manapun yang menyebutkan bahwa pimpinan KPK mesti berasal dari instansi penegak hukum tertentu. Isu ini rasanya selalu mengemuka tiap kali komisioner lembaga antirasuah itu akan berganti," ucapnya.

Dia kemudian menyinggung hasil survei LSI terkait aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Kurnia menyebut sebaiknya kepolisian dan kejaksaan menjadikan perbaikan internal sebagai prioritas dibanding mengirimkan orang-orang terbaiknya ke KPK.

"Lembaga Survei Indonesia pada akhir tahun lalu merilis data bahwa lembaga yang paling berpotensi melakukan pungutan liar dalam pelayanan birokrasi adalah Kepolisian. Selain itu untuk Kejaksaan berada di urutan bawah dalam hal tingkat kepercayaan publik. Maka dari itu seharusnya Kapolri serta Jaksa Agung menjadikan hal ini sebagai prioritas, bukan justru berbondong-bondong mengirimkan wakil terbaiknya untuk menjadi Pimpinan KPK," ujar Kurnia.

Kinerja sejumlah personel kepolisian yang bertugas di KPK juga menjadi hal yang disoroti ICW. Kinerja para wakil dari kepolisian itu disebutnya menjadi alasan ICW menolak adanya perwakilan dari unsur penegak hukum sebagai pejabat di KPK.

"Selain itu, kinerja dari beberapa wakil kepolisian di KPK pun tidak terlalu memuaskan, bahkan dapat dikatakan mengecewakan. Ambil contoh pada kasus Aris Budiman (mantan Direktur Penyidikan) yang tiba-tiba mendatangi Panitia Angket bentukan DPR, padahal saat itu yang bersangkutan tidak mendapatkan izin dari Pimpinan KPK. Selain itu, ada Roland dan Harun (mantan penyidik KPK) yang diduga merusak barang bukti perkara korupsi yang sedang ditangani oleh KPK. Tak hanya itu, Firli (Deputi Penindakan yang ditarik ke Polri) diketahui bertemu dengan salah satu kepala daerah yang diduga terlibat dalam sebuah kasus yang sedang dalam tahap penyelidikan di lembaga antirasuah itu," sebut Kurnia.



"Atas dasar itu, rasanya menjadi tepat untuk menolak keberadaan unsur penegak hukum tertentu menduduki jabatan tertinggi di KPK," sambungnya.

Dia juga mengingatkan Pansel untuk menyeleksi agar para pimpinan KPK ke depannya bukan orang yang berpotensi menghambat pengusutan kasus-kasus besar yang kini tengah ditangani KPK. Kurnia mencontohkan kasus e-KTP dan kasus BLBI.

"Pansel mempunyai kewajiban agar pimpinan KPK ke depan tidak berupaya untuk menghambat penanganan beberapa kasus tersebut," pungkasnya. (haf/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads