"Diskualifikasi ini memang sudah ditegaskan, apabila terjadi terhadap Pasal 286 dan 460, peserta pemilihan dapat didiskualifikasi dan ditegaskan kewenangan untuk menerima laporan dan menjatuhkan putusan atas pelanggaran-pelanggaran tersebut ada di Bawaslu," kata Heru yang mendapat gelar doktornya itu dari Universitas Padjajaran (Unpad) dalam sidang di MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (21/6/2019).
Heru menyebutkan pasangan calon yang didiskualifikasi oleh KPU atas putusan Bawaslu itu dapat mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung (MA). Namun bila putusan diskualifikasi itu baru dijatuhkan di MK maka pasangan calon itu tidak bisa mengajukan keberatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya Heru menjawab pertanyaan yang diajukan ketua tim hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra, tentang putusan MK dengan rujukan putusan MK terkait pilkada, bukan pilpres. Menurut Heru, selama ini belum pernah MK memutuskan sengketa pilpres dengan rujukan pilkada.
"Menurut hemat ahli, oleh karena di dalam sengketa hasil pemilihan presiden belum pernah ada preseden yang dijadikan rujukan oleh mahkamah tentang diskualifikasi yang diajukan pada saat sengketa hasil pemilihan, yang ada adalah putusan-putusan pilkada dari 2016, putusannya 2016 tapi penyelenggaraannya 2015, 2016, 2017, 2018. Sikap mahkamah konsisten bahwa terhadap diskualifikasi yang baru diajukan pada saat pemilu sudah selesai, sudah diketahui pemenang, mahkamah mengatakan itu adalah menjadi wewenang lembaga penegak hukum lain," ucap Heru.
Salah satu petitum dari tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memang meminta MK mendiskualifikasi Jokowi-Ma'ruf. Hal itu menjadi pertanyaan bagi Heru karena menurutnya hal itu sudah diakomodasi pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyebutkan permohonan diskualifikasi dapat diajukan 7 hari setelah pasangan calon ditetapkan oleh KPU.
Simak Juga 'Dari Mana MK Punya Kewenangan Diskualifikasi Calon?':
(dhn/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini